Catatan Pinggir Dari Pulau Cendrawasih (7)

Oleh: Heri Gunawan

Tulisan atau bagian ini adalah lanjutan tulisan sebelumnya yang membahas tentang waktu beberapa hari kemarin. Waktu adalah sesuatu yang paling berharga dalam hidup ini, bahkan mengalahkan segala-galanya. Sehingga apa apabila kita lalai dan lengah sedikit saja dalam mengatur dan memanfaatkannya maka kita akan menyesal dan merugi.

Dengan kesadaran ini akan waktu ini, saya begitu juga dengan teman-teman lainnya yang tersebar ke seluruh pelosok Nusantara diberi kepercaayan (mandat) dan kesempatan untuk belajar (Pengabdian Masyarakat) minimal satu tahun lamanya. Sehingga kesempatan ini, tentunya kami tidak mau menyia-nyiakan atau membung setiap waktu yang kosong, karena menurut kami waktu satu tahun ini merupakan kesempatan luar biasa dan tidak akan pernah ada kata ulang walaupun mungkin nanti kali dalam pengabdian ini kami Nauzubillah_gagal. Lebih-lebih kami tidak ingin mengecewakan guru-guru kami, terutama Al-Magfurlahu _(Alm) Abah Hasyim Muzadi karena memang pengabdian ini adalah salah satu amanat beliau paling utama untuk mahasiswa Sekolah Tinggi Kulliyatul Quran (STKQ) Al-Hikam.

Bahkan jauh sebelum wafat, beliau sesungguhnya telah menyuarakan dan berpesan agar kami sebagai santrinya yakni mahasiswa Al-Hikam harus dan wajib mengabdi sebelum diwisuda sebagai bentuk pertanggung jawaban ilmunya (Masuliyatul Ilmi). Dalam arti semua ilmu yang telah didapatkan baik sebelum masuk STKQ Al-Hikam atau sesudahnya harus dipraktikkan dan diamal di tengah-tengah masyarakat. Sehingga ilmu tidak hanya sebatas teori atau di atas bangku kuliah saja. sehingga dengan adanya pengabdian satu tahun ini merupakan sebuah sarana “penggemblengan” sekaligus untuk melatih mental dengan harapan ketika sudah pulang dan kembali ke kampung halaman masing-masing tidak terkejut (shok) dengan aneka problem atau “wajah” masyarakat yang akan dihadapi nantinya. Lebih jauh lagi, pengabdian ini juga merupakan representasi atau pengejewantahan dari tiga moto Al-Hikam yakni Prestasi Ilmiah, Amaliah Agama dan Kesiapan Hidup. Dalam arti triologi moto di atas harus berkelindan dan saling melengkapi satu dengan lainnya.

Di samping itu, saya kira waktu satu tahun adalah waktu yang sangat singkat ketika sudah berada ditempat pengabdian. Sehingga kita harus pandai mengatur atau memanagenya dengan baik. Mengisinya dengan berbagai aktivitas-aktivitas yang padat lagi bermanfaat. Sekarang saja kurang lebih sudah tiga bulan ditempat pengabdian. Padahal baru kemarin rasanya berpisah dan berangkat ke tempat pengabdian masing-masing, saya misalnya baru kemarin rasanya menginjakkan kaki di pulau Nusantara yang ujung timur ini, sebuah pulau yang terkenal dengan nama burungnya yakni Cenderawasih.

Memang waktu itu akan terasa cepat berputar apabila terus terisi atau berusaha diisi dengan berbagai kesibukan. Sebalikanya akan terasa lama bahkan sangat membosankan apabila tidak dimaksimalkan atau digunakan dengan baik dalam arti banyak terlalu banyak kosong (nganggur). Senang rasanya hati ini, mendengar kabar kawan-kawan ditempat pengabdian mereka yang super sibuk dengan pelbagai kegiatan dan aktivitas masing-masing, tentunya di samping dengan segala ujian dan hambatan yang ada. Ya, memang segala sesuatu dalam hidup pasti ada ujian dan hambatannya, apalagi sesuatu itu mengerjakan dan memperjuangkan suatu kebaikan. Demikianlah bumbu-bumbu kehidupan bahwa segala sesuatu pasti ada cobaan maupun rintangannya.

Sama halnya dengan saya di tempat pengabdian ini. Setiap harinya selalu penuh dengan kegiatan dan aktivitas. Mengajar maupun mengurus para santri, baik santri putra maupun putri di samping juga mengajar di SMA dan MI. Belum lagi di sela-sela kegiatan ini terkadang mengisi ceramah dan kajian islam serta khotbah dimasjid-masjid. Setiap pagi juga harus menulis berbagai tulisan atau artikel. Belum lagi harus membayar hutang tulisan bersama group menulis Easy Writing (EW) yang disetor setiap bulannya. Sama halnya dengan tulisan yang anda baca ini adalah salah satu contoh tulisan yang sering saya kerjakan pagi harinya sebelum berangkat mengajar dan memulai aktiviatas pagi sampai siang harinya. Sekali lagi seperti yang sudah saya singgung di atas, di samping ujian dan cobaanya juga pasti ada. Belum lagi ujian dan godaan hati dengan posisi yang masih sendiri dan belum menikah ini.

Selanjutnya satu hal yang ingin saya sampaikan juga adalah walaupun dengan aktivitas yang lumayan banyak dan padat ini, apabila ada orang lain bertanya dan minta bantuan atau semacamnya, saya tidak pernah mengatakan apalagi mengeluarkan kalimat “Saya tidak punya waktu” karena kalimat atau kata-kata ini adalah kata yang paling saya hindari, bahkan tidak ada dalam kamus kehidupan saya. Kenapa, karena menganggap diri “tidak memiliki waktu” menurut saya mohon maaf merupakan tindakan yang kurang baik, kalau tidak mau dikatakan tindakan “bodoh”. Bahkan seseorang ketika mengeluarkan kalimat tersebut semakin memperlihatkan kemalasan atau ketidakmampuannya dalam mengatur waktu yang telah diberikan Tuhan. Atau jangan-jangan yang orang yang berkata demikin malah waktunya lebih banyak kosong dan terbuang ketimbang orang yang terus berupaya dan sibuk memanfaatkan waktunya. Karena apabila kita bandingkan dengan orang lain yang terus berupaya menggunakan dan menanfaatkan waktunya dengan baik untuk beramal dan berkarya sungguh aktivitas atau kesibukan kita tidak akan ada apa-apanya. Sehingga terkadang diri ini merasa geli ketika mendengar sebagian orang yang berkata “saya tidak punya waktu saking sibuknya”

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah siapa sih_yang tidak sibuk didunia ini. Saya kira semua orang pasti memiliki kesibukan dan aktivitas masing-masing. Bahkan saya berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang sibuk. Dengan naluri yang dimilikinya ini yakni “ingin selalu beraktivitas _(Makhluk Sibuk)” sehingga ketika ada waktu kosong atau luang, maka seseorang mencari aktivitas dan kesibukan yang lain dalam arti tidak mau dan tidak tahan “nganggur” terlalu lama. Entah itu mereka akan mencari dan sibuk mengisi waktunya dengan kegiatan dan aktivitas yang bermanafaat atau tidak. Sebagai misal apa yang sering kita saksikan atau lihat di sekeliling kita, sebagian orang ada yang suka nongkrong di warung kopi _(warkop)_hingga berlarut-larut malam untuk mengisi waktu kosongnya, ada yang mengisi waktunya dengan mencari hiburan malam seperti dangdutan, bahkan hingga ke tempat-tempat maksiat yang lebih besar.

Dari sedikit contoh di atas saja, kita bisa menyaksikan bahwa tidak ada manusia yang sanggup berhenti atau “nganggur-lama” dari aktivitas sehari-hari. Hingga pada akhirnya yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mengatur dan memanfaatkan waktu yang kita miliki sebaik-baik dan semaksimal mungkin dengan kegiatan-kegiatan yang baik dan bermaanfaat. Jangan sampai waktu yang ada terbuang begitu saja dalam sesuatu tidak bermanfaat dan penuh kesia-siaan. [].

Sorong, Papua Barat 07 September 2017.