Hari Kesatuan Nasional

Artikel Nasional

Oleh Hudzaifah Muhammad
Mahasantri STKQ Al-Hikam Depok

“NKRI harga mati ! Allahu Akbar, Allahu Akbar!” Teriak massa pada itu ditengah huru hara Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ingin mengambil alih idealisme bangsa ini menjadi Komunis. Slogan “Berjoeang atau Mati” terpampang di segala sudut kota guna memperingati masyarakat agar waspada terhadap pergerakan PKI. Kekejaman PKI kepada Pahlawan Negara  telah meresahkan masyarakat di mana PKI membunuh sejumlah pahlawan di antaranya ialah Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI R. Suprapto, Mayjen TNI M.T. Haryono, Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI DI Panjaitan, Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, Perwira TNI Lettu Pierre Tendean Ajudan AH.Nasution.

PKI tidak hanya membunuh para pahlawan tetapi juga membunuh sejumlah kiai dan merusak banyak pondok pesantren karena dianggap mengganggu pergerakan PKI. Salah satu pondok pesantren yang menjadi korban adalah Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di daerah mlarak, Ponorogo. Prof. Dr. KH. Amal Fatullah Zarkasyi selaku anak pendiri Pesantren Gontor, KH. Imam Zarkasyi menuturkan bahwa pada tahun 1948 terjadi penyerangan besar-besaran oleh PKI di Pesantren Gontor dan untungnya ketika itu para Kyai sudah mengetahui bahwa akan ada penyerangan ke Pesantren Gontor. Sebelum PKI tiba di Gontor, para kyai membawa kabur para santri dan ustadz ke daerah Kediri agar tidak menjadi korban penyerangan PKI. Walhasil ketika sampai di Gontor PKI hanya menemukan 2 orang saja yaitu lurah pondok, dan kepala desa. Untungnya kedua orang tersebut tidak dibunuh, tetapi PKI membakar seluruh bangunan pondok, kecuali masjid dan padepokan saja.

Sejak penyerangan tersebut, PKI semakin gencar menyerang siapa saja yang menentang pergerakannya yaitu menyebarkan paham komunis. Masyarakatpun semakin resah, sebab PKI menyerang dengan tidak pandang bulu, tetapi masyarakat tidak tinggal diam dengan adanya tindakan tersebut. Aksi penolakan PKI terjadi di beberapa daerah, spanduk bubarkan PKI tertempel di setiap sudut kota. Berbagai himpunan mahasiswa yang terdiri dari KAPI, KAMI, KAPPI, KASI, KABI, KAWI membuat sebuah petisi yang disebut TRIKORA, yaitu tuntutan masyarakat Indonesia kepada pemerintah. Salah satu dari tuntutan itu adalah bubarkan PKI sampai ke akar-akarnya. Ir. Soeharto selaku Jenderal TNI diutus presiden Ir. Soekarno untuk menumpas PKI sampai dengan akar-akarnya.

Mengambil hikmah dari kisah tersebut, kita mengetahui bahwa bangsa ini bisa berdiri kuat karena adanya persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia. Kesatuan dan  persatuan tak mungkin bisa terpisahkan. Dua komponen ini selalu berhubungan di dalam penerapannya. Persatuan adalah perkumpulan dari berbagai elemen  yang telah menjadi satu. Persatuan menjadi idealisme Negara Indonesia sebagaimana tertulis pada pancasila ketiga. Sedangkan kesatuan adalah hasil perkumpulan tersebut hingga menjadi satu dan utuh. Dua komponen ini bersatu dan menjadi istilah yang kita kenal “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua adalah semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selama bangsa ini memiliki persatuan dan kesatuan maka tidaklah mungkin perpecahan bisa terjadi. Persatuan dan Kesatuan akan mengikat rasa persaudaran antar bangsa-bangsa di Negara Indonesia ini. Dengan adanya rasa persatuan dan kesatuan, permasalahan apapun bisa diselesaikan secara hati terbuka dan penuh pengertian. Rasa persatuan dan kesatuan harus tumbuh pada diri kita agar kita bisa menjadi pribadi yang baik dan benar sebagai makhluk yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika.

Selamat Hari Kesatuan Nsional !

Editor : Safarul Hidayat

Referensi 

https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4240313/kejam-begini-cara-pki-bantai-ribuan-tokoh-dan-ulama-di-madiun
https://m.kumparan.com/amp/beritajatim/ini-kisah-pki-menyerang-pondok-gontor-ponorogo-1948