Pentingnya Kecakapan Berbahasa

Artikel

Oleh M. Luthfi (Mahasantri STKQ Al-Hikam)

Manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia butuh relasi, maka membekali diri dengan kecakapan berkomunikasi menjadi sangat penting agar bisa berinteraksi dengan baik. Karena itu juga, penguasaan bahasa sebagai alat komunikasi adalah sebuah keharusan.

Bahasa bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, lebih dari itu ia juga bisa memanajemen emosi. Dengan kemampuan bahasa yang baik, seseorang bisa marah dengan cara elegan, bisa mengungkapkan cinta dengan cara yang apik; dengan kemampuan bahasa juga seorang penjahat bisa tampak baik. Pun demikian, kita bisa terhindar dari tipu muslihat dengan bermodal penguasaan bahasa. Bahkan puisi yang konon merupakan puncak seni bahasa bukan hanya produk rasa, tetapi juga diperlukan kelihaian mengolah kata, yang merupakan salah satu perangkat kecil bahasa. Menjadi perasa (peka) tidak cukup untuk menjadi pujangga.

Tidak heran jika Sayyidina Ali berkata: “Barang siapa yang menguasai bahasa suatu kaum, ia akan terhindar dari tipu dayanya.”
Kita tentu sering mendengar kisah-kisah anak-anak jaman now yang sedang bereuforia dengan cinta. Bucin istilah hits-nya. Banyak dari mereka yang menuai kecewa karena orang yang mereka cintai ternyata orang yang menyakitinya pula. “Ditinggal pas sayang-sayangnya”, istilah kerennya. Tidak lain sebenarnya mereka bukan lagi diperdaya oleh cinta, tetapi ‘korban kata-kata’. Hemz … Miris dan ironis.
“Yang saat ini membuat kita tersenyum, tidak ada jaminan besok akan tetap seperti itu. Kita tidak tahu oleh siapa hati kita akan dipatahkan.” (Butiran Atom)

Di samping untuk kebutuhan bahasa verbal agar mampu berbicara dengan baik dan estetik, kita butuh bahasa untuk kepentingan non verbal, sehingga ide-ide, gagasan bahkan emosi, bisa kita sajikan dengan menarik, menggugah, persuasif dan mengena di benak pembaca. Banyak buku-buku terekenal diangkat dari catatan harian yang dicetak menjadi buku, bahkan dicetak berkali-kali, tidak lain karena penulisnya menguasai bahasa dengan baik sehingga tulisan yang dihasilkan berkualitas. Catatan harian Ahmad Wahib, catatan harian Soe Hoek Gie, contoh kecilnya. Tidak ada buku abadi yang ditulis dengan asal-asalan (tidak ada kualitas).

“Bicara Itu Ada Seninya”, buku terjemahan dengan judul asli “The Secret Habits To Master Your Art of Speaking”, karya penulis asal Korea: Oh Su Hyang. Sebuah buku yang sudah diterjemah ke berbagai bahasa. Kenapa buku tersebut bisa semenarik itu, sehingga banyak mengundang banyak pembaca? Tidak lain, karena manusia butuh seni dalam berbicara supaya omongannya tidak ngasal. Lagi-lagi agar pendengar bisa enak menyimak gagasan yang disampaikan pembicara. Bung Karno, pendiri bangsa kita terkenal dengan sebutan orator ulung, orasinya mampu menyihir banyak orang. Hal itu tentu tidak lepas dari pengaruh ‘kecakapan berbahasa’. Syair-syair Qais, lelaki yang tergila-gila pada Laila, sampai saat ini masih sering dikutip, bukan hanya karena kisah cintanya yang begitu dramatis, tetapi karena cintanya diungkapkan dengan ‘bahasa yang estetis: puisi’.

Berapa banyak pasangan suami istri bercerai gara-gara salah ucap atau ‘abai menggunakan bahasa yang baik dalam bertutur’. Sungguh, bahasa sangatlah penting dalam segala aspek kehidupan, baik dalam kehidupan bernegara, berumah tangga, berteman, bertangga dsb. Untuk bisa menuju etika dan estetika berbahasa (baca: berkomunikasi), kita perlu terus belajar memperbaiki cara bicara kita, dengan tidak mengabaikan kaidah-kaidah kebahasaan. Dan bahasa yang baik tidak mungkin lepas dari adab (etika).

“Cintailah kekasihmu dengan komunikasi yang baik, dan cintailah bahasa sebagaimana kamu memerhatikan (peduli) terhadap kekasihmu.” (Butiran Atom)

Sekian, semoga bermanfaat.

Kedai Kopi Pondok Cibubur, 25 April 2021 M / 14–9–1442 H