Kajian Kitab Al-Hikam Ibnu Athaillah: Hikmah ke-118

Kajian Ahad Subuh 20 Februari 2022/19 Rajab 1443 H Bersama KH. M. Yusron Shidqi, Lc. MA

Hikmah ke-118
Kebijaksanaan Allah Terhadap Hamba-Nya

لَمَّا عَلِمَ الْحَقُّ وُجُوْدَ الْمَلَلِ, لَوَّنَ لَكَ الطَّاعَةِ. وَعَلِمَ مَا فِيْكَ مِنْ وُجُوْدِ الشَّرِّهِ فَحَجَرَهَا عَلَيْكَ فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ, لِيَكُوْنَ هَمُّكَ إِقَامَ الصَّلَاةِ لَاوُجُوْدَ الصَّلاَةِ فَمَا كُلُّ مُصَلٍّ مُقِيْمٌ
“Karena Al-Hak (Allah) tahu bahwa engkau mudah merasa jenuh, maka Dia menciptakan beraneka wujud ketaatan (ibadah) bagimu. Allah tahu bahwa engkau pun memiliki sifat serakah. Maka Dia membatasinya (ketaatan) pada waktu-waktu tertentu, agar perhatianmu tertuju pada kesempurnaan shalat, bukan pada adanya perintah shalat. Karena tidak semua orang yang melakukan shalat dapat menyempurnakan shalatnya”

Ada dua sisi yang pasti dimiliki oleh setiap manusia, baik saleh maupun tidak, yaitu sisi bosan dan euforia(bersemangat). Dalam hal ibadah tidak semua orang selalu semangat untuk mengerjakannya, pasti kadang akan merasakan kebosanan, sehingga Allah SWT. menurunkan syariatnya dalam bentuk yang beragam.

Misalnya salat lima waktu, Allah tidak mensyariatkan salat yang secara keseluruhan berjumlah 17 rakaat dikerjakan dalam satu waktu tetapi dibuat menjadi lima waktu, karena Allah tahu kalau kita memiliki sisi bosan.

Dibuatnya varisasi dalam beribadah juga akan berdampak kepada sempitnya ruang untuk bermaksiat. Ibadah yang dikerjakan dalam bentuk dan waktu yang beragam akan membuat setiap hamba lupa terhadap kemaksiatan yang sempat terbesit di dalam hatinya untuk direalisasikan. Sehingga akan membuatnya selalu berada dalam jalan dan naungan Allah SWT.

Makna fi sabilillah tidak hanya memiliki satu arti (melakukan ibadah di jalan Allah), tapi melakukan perkara mubah namun dibarengi dengan niat ibadah juga termasuk fi sabilillah.

Sebagai contoh menunggu waktu salat sambil membaca, berolahraga, ataupun tidur. Perbuatan-perbuatan itu akan tetap dihukumi fi sabilillah dan mendapatkan pahala asalkan diniatkan untuk menunggu datangnya waktu salat. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fikih الْوَسَائِلُ حُكْمُ الْمَقَاصِدُ (sebab atau perantara juga dihukumi sama).

Hikmah ini juga mengajarkan kepada kita supaya tidak terlalu benci ketika melihat kejelekan orang lain bahkan sampai terburu-buru menghukuminya secara lahiriah padahal bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Orang tersebut mengisi waktunya dengan perkara demikian agar terhindar dari kemaksiatan yang bisa saja akan menimpanya ketika ia tak mengisi waktu tersebut dengan perkara yang kita anggap buruk sebelumnya.

Rasa bosan memang berbahaya tetapi jangan sampai timbulnya rasa bosan membuat kita langsung berhenti melakukan ibadah. Begitu pula euforia/semangat dalam beribadah itu juga baik tapi jangan sampai berlebihan sehingga dapat membuat ibadah berhenti di tengah jalan.

Peresume: Habibullah