Kemerdekaan dan kebebasan adalah kerabat karib yang tak terpisahkan. Terkadang keduanya saling melengkapi, mengisi, menangisi, hingga saling meniadakan. Maksudnya, keduanya bisa berada di satu tempat, namun bukan sebagai kerabat, melainkan sekadar sahabat. Betapa banyak kerabat yang tiada lagi mau mendekat karena tidak lagi menjabat atau maut telah mendekat. Intinya, kemerdekaan bukanlah berarti kebebasan. Kebebasan tidak selalu dimaknai kemerdekaan.
Kemerdekaan setiap tahun terus dirayakan. Ironisnya, sebagian kebebasan masih terus ditekan. Beberapa kebebasan yang seolah masih saja terpenjarakan, misalnya: kebebasan jiwa. Berbicara tentang kebebasan jiwa, maka terkait erat dengan kebebasan makna. Apa maksudnya? Makna kehidupan yang utuh hanya dapat diperoleh bila jiwa telah penuh. Kebahagiaan hakiki mudah berakar dari kedamaian nurani. Nurani nan suci bermula dari jiwa yang merdeka. Salah satunya ditandai oleh hati yang penuh cinta. Cinta surgawi berpotensi membebaskan jiwa dari belenggu duniawi. Inilah hakikat kebebasan jiwa. Ibarat tumbuhan, kebebasan jiwa adalah tunas atau benih yang menumbuhkan pohon kemerdekaan jiwa.
Baca juga: Datangi Ponpes Al Hikam Menhan Gaungkan Semangat dan Bela Negara
Marilah kita renungkan mengapa mayoritas jiwa manusia belum merdeka? Cinta akan dunia adalah belenggu bagi kemerdekaan jiwa. Cinta akan kemewahan adalah penjara bagi jiwa. Cinta akan derajat adalah membuat jiwa sekarat. Cinta akan popularitas menjadikan jiwa mudah teretas. Cinta akan pujian adalah sumber penderitaan bagi jiwa. Cinta akan kekuasaan akan menjadikan jiwa berjalan di jalur kesengsaraan. Cinta akan kemegahan dunia adalah sumber bagi kehampaan jiwa.
Meraih Kecintaan-Nya
Bagaimana solusinya? Merdekakan jiwa dari belenggu dunia. Salah satu jalan bagi kemerdekaan jiwa adalah membebaskan makna. Kebebasan makna dapat diperoleh melalui cinta Allah, pengetahuan, dan kearifan. Allah adalah sumber cahaya bagi jiwa. Terangnyya membuat jiwa berkilau melebihi ribuan surya. Melalui pengetahuan, jiwa dapat bertumbuh. Melalui kearifan, jiwa menjelma penuh. Makna yang bermula dari interpretasi pikiran masih bersifat fatamorgana. Makna yang berawal dari perdebatan ilmuwan masih sekadar simulakra. Makna yang berasal dari kitab suci berpotensi melahirkan jiwa nan diliputi kedamaian. Makna yang bersumberkan ilahi mengantarkan jiwa menuju cahaya.
Kemerdekaan dan kebebasan akan semakin bermakna dalam kehidupan manusia bila terjadi harmonisasi antara kemerdekaan-kebebasan jiwa-makna. Tanpa itu, kemerdekaan-kebebasan hanyalah fatamorgana.