Independensi Wahyu: Bukti Orisinalitas Al-Qur’an

Kehadiran Islam pertama kali di tanah Arab telah membawa sejarah baru dalam kultur masyarakat arab pada waktu itu. Apalagi Islam datang dengan risalah ketauhidan melalui Nabi Muhammad saw., membuatnya terasingkan di tengah masyarakat yang notabene adalah penyembah berhala.

Keterasingan tersebut kemudian membuat Islam menjadi agama yang mendapat tantangan dan penolakan dahsyat dari masyarakat arab, terlebih lagi dari suku Quraisy sebagai suku terkemuka pada waktu tersebut. Tak ketinggalan, tantangan tersebut juga datang keluarga nabi sendiri (Bani Hasyim), seperti pamannya Abu Lahab. Mereka berupaya dengan berbagai propaganda menolak ajaran Islam tersebar ke penjuru tanah Arab, seperti merendahkan dan meragukan kebenaran Al-Qur’an.

Bukan saja di zaman jahiliyah, di zaman yang modern ini, keislaman dan wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi masih banyak yang meragukan khususnya dari kalangan orientalis. Sebagai kalangan pemikir barat yang mengkaji ketimuran dan Islam, tak dapat dipungkiri bahwa ada sebagian dari mereka yang memiliki motif terselubung untuk menghancurkan dan merusak agama Islam. Adanya motif tersebut demi kepentingan pribadi dan kelompok mereka.

Salah satunya tokoh orientalis yang giat melancarkan serangan terhadap Islam ialah Theodore Noldoke. Orientalis asal Jerman ini banyak menuliskan karya-karya yang mengkritik keorisinilan al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Ia beranggapan bahwa al-Qur’an hasil duplikasi Nabi terhadap kitab-kitab sebelumnya, bukan bersumber dari Tuhan. Argumen yang ia sodorkan diperoleh dengan mengkomparasikan al-Qur’an dengan melihat Bibel sebagai sumber kebenaran. Ia mengatakan bahwa kekeliruan al-Qur’an karena kejahilan Nabi Muhammad yang bertentangan dengan Bible. (Az-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulumil Qur’an).

Sebagai kalangan muslim, tentu kita tak akan pernah mempersoalkan orisinalitas kitab suci ini. Karena yang menjadi dasar keyakinan kita adalah keimanan yang terpaku dalam hati bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu yang datang dari Allah. Sedangkan Rasulullah berperan sebago penyampai wahyu sebagaimana yang diwahyukan. Berbeda halnya dengan kalangan non-muslim yang tidak memiliki landasan keimanan. Walhasil, cara untuk menjawab argumen rasional mereka tentu harus dengan instrumen yang sama.

4 Independensi Wahyu

Dalam menjawab persoalan tersebut, penulis mengutip buku Peta Pembelajaran al-Qur’an, yang ditulis Ahmad Syams Madyan. Ia mengemukakan setidaknya ada empat independensi al-Qur’an dari pribadi Muhammad saw. sebagai berikut;

Pertama, wahyu al-Qur’an turun sewaktu-waktu, tanpa sepengetahuan nabi. Misalnya turun ketika Rasul sedang santai, berbaring di atas kasur. Juga ayat tentang pengampunan tiga orang sahabat yang udzur berperang dalam surat at-Taubah, turun di sepertiga malam terakhir. Demikianlah seterusnya, wahyu turun di siang hari, pagi hari, sore hari, musim panas, musim dingin, Nabi sedang bepergian, atau sedang di rumah dan seterusnya. Nabi tidak pernah tahu kapan wahyu akan turun, karena hal itu adalah wewenang Tuhan. (As-Suyuthi, al-Itqan fi ulumil Quran, hal. 59)

Kedua, wahyu terputus di saat Rasul menginginkan kehadirannya. Dalam sebuah riwayat, diberitakan bahwa wahyu pernah terputus selama tiga tahun berturut turut (masa Futur al-Wahy). Pernah juga terputus satu bulan penuh, ketika Rasulullah saw sedang menunggu berita kesucian (Bara’ah) atas Aisyah ra, dari tuduhan zina (Hadis Ifk), pernah juga wahyu terputus selama 16/17 bulan, tepatnya ketika Rasul mengharap perpindahan kiblat dari Bayt al-Maqdis ke arah Ka’bah (Bayt al-Haram). (As-Suyuthi, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul).

Pertama, banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menegur Rasulullah saw, baik dengan teguran ringan maupun teguran yang sangat keras. Teguran ringan misalnya QS. at-Taubah: 43. teguran keras misalnya, tentang ayat al Fida’ (QS.al-Anfal: 68), juga teguran tentang Abdullah bin Ummi Maktum (QS. Abasa 1-11). Bahkan, Rasul pernah mendapat teguran yang sangat keras, yaitu dalam QS.al-Isra: 74-75 dan QS. al-Haqqah: 44-47. Semuanya menunjukkan bahwa tidak adanya campur tangan Nabi dalam hal wahyu itu, kecuali hanya sebagai penyampai (tabligh).

Keempat, independensi al-Qur’an juga bisa dilihat dalam gaya bahasa (uslub) al-Qur’an, bahwa sefasih-fasih Nabi Muhammad dalam berbahasa Arab, tapi masih sangat jauh perbandingannya antara gaya bahasa hadis dan gaya bahasa al-Qur’an. Dalam hal ini, kiranya hanya orang-orang yang punya kompetensi dengan bahasa Arab yang biasa menerimanya.

Selain keempat hal tersebut, faktor lain yang mendukung independensi wahyu al-Qur’an ialah potret pribadi Nabi Muhammad yang disebutkan dalam al-Qur’an. Nabi Muhammad digambarkan sebagai seorang hamba yang taat, selalu mengikuti apa yang diperintahkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Yunus 15-16 dan QS.Al-Kahfi 118.

Nabi Muhammad juga digambarkan sebagai seorang yang buta huruf (ummi), yang tidak bisa membaca dan menulis sehingga menjadi justifikasi tak adanya campur tangan nabi dalam mengarang al-Qur’an.  Allah Swt. berfirman.

وَمَا كُنْتَ تَتْلُوْا مِنْ قَبْلِهٖ مِنْ كِتٰبٍ وَّلَا تَخُطُّهٗ بِيَمِيْنِكَ اِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُوْنَ

Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca sesuatu kitab sebelum (Al-Qur’an) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya.”(QS. al-Ankabut: 48)

Karakter pribadi Nabi Muhammad juga dikenal sebagai seorang yang jujur. Kaumnya pun tak pernah menemukan bukti adanya indikasi kebohongan yang dilakukan oleh beliau baik dari sejak hingga diutus menjadi rasul. Maka, sungguh mustahil jika beliau berani berdusta atas nama Allah. Dari sini, tidak berlebihan jika sebagia pakar ada yang mengatakan, Nabi Muhammad tidak berhak atas ingatannya terhadap, tetapi Allahlah yang menjaganya. (Malik bin Nabi, Adz-Dzahirah Qur’aniyah, hal.276).

Baca juga: Don’t Judge A Book By Its Cover

Dari beberapa poin yang telah disampaikan di atas maka patahlah argumen yang disampaikan Noldoke dan sejawatya dari kalangan orientalis. Nabi Muhammad saw. hanya hamba yang taat menjalankan perintah Allah Swt. Beliau tidak memiliki intervensi apapun dalam karya cipta Al-Qur’an.

Editor: Ust. Ali Fitriana Rahmat, M.Ag