Syarat dan Tahapan Salik dalam Menyelami Samudera Ruhaniyyah Rububiyyah

من شاهد الأخرة بقلبه مشاهة يقين أصبح مريداً حرث الأخرة مشتاقاً إليها

Siapapun yang memandang akhirat dengan penuh keyakinan dalam hatinya, dan dengan kemantapan hati bahwa hanya akhiratlah yang menjadi tujuannya, maka ia akan menjadi seorang murid yang di hatinya selalu merindukan kehidupan kekal di Akhirat, sehingga ia merasa kenikmatan dunia hanya sesaat dan menganggapnya sebagai sesuatu yang akan musnah ditelan oleh waktu.

Orang yang tidak memiliki keinginan sama sekali dengan akhirat atau imannya belum sunggguh-sungguh, maka bisa jadi keimanannya itu tidak ada atau bahkan menipis. Ia bagaikan orang yang membenarkan bahwa permata itu lebih baik dari giok, namun ia tidak mengetahui apa itu permata melainkan hanya tau bahwa namanya saja yang mahal dan berkelas, tanpa tau hakikat atau esensinya, sehingga ia hanya membiarkan dirinya memiliki giok (dunia) dan rasa rindunya untuk memiliki permata (akhirat) tidak besar.

Sebagaimana tipis pengetahuannya akan sebuah esensi dari sebuah permata, maka hatinya pun terhambat untuk menempuh jalan menuju tuhannya, dan tidak lain hambatan tersebut adalah karena ia tidak tahu jalan.

Penyebab dari ketidak tahuan akan sebuah jalan adalah karena tidak adanya kemauan, sedangkan penghalang dari adanya kemauan adalah lemah dan tidak adanya iman/ keyakinan, sementara tidak adanya keyakinan/ iman adalah akibat yang timbul karena tidak adanya guru/ mursyid yang mengarahkannya, karena sealim apapun seseorang, pasti butuh guru yang harus membimbing perjalanan spiritualnya.

“Abah Hasyim Muzadi yang sudah menjadi ulama sekaliber itu saja masih punya mentor/ guru, yang kalau ada apa-apa beliau langsung tanya ke gurunya itu.”terang Ust. Ali Fitriana.

Imam Ghazali mengatakan dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin bahwa yang dimaksud keimanan di sini adalah kemantapan, keikhlasan dan kesungguhan bahwa akhiratlah yang menjadi fokus dalam hatinya, untuk benar-benar bisa mengharapkan jalan menuju akhirat.

Oleh karena itu, ketika hati seseorang terhalang akan kesadaran akan pentingnya akhirat, maka syaratnya ialah ia harus menghilangkan empat penghalang antara dia dengan Allah, yaitu: harta, pangkat, taqlid buta, dan maksiat, dengan artian janganlah seseorang mengotori hatinya dengan pikiran tentang uang dan harta, rendah hati dari berharap pada kekuasaan dan jabatan, serta lebih mementingkan ketidak populeran/ tidak mencari keviral an. Selain itu, juga harus menjaga diri dari fanatisme terhadap suatu golongan (taqlid buta tanpa tahu ilmunya) dan keluar dari kezoliman dengan taubat yang sungguh-sungguh.

Selain itu, ia juga harus melindungi dirinya dengan empat benteng yang bisa melindunginya, yaitu: rasa lapar, bangun malam, diam, dan menyendiri dari makhluk, karena dengan perut lapar, pandangan hati akan menjadi tajam.

“ NU itu berdiri dengan dipenuhi orang-orang yang bertirakat di dalamnya..” ungkap Ust. Ali .

Selain itu, janganlah mencari perhatian dan terlalu nyaman dengan makhluk  Allah, karena hal itu dapat menggelapkan hati, dan ketika hati telah gelap, salah satu solusinya adalah sering-sering bertemu dengan orang yang sholih agar ketenangan hati yang mereka miliki bisa ikut kita rasakan.” Tambahnya.

Pada akhirnya, ketika seorang murid telah mengamalkan syarat-syarat tersebut, maka akan terbuka baginya rahasia-rahasia yang tidak bisa digambarkan dari keagungan Allah SWT dan akan terbuka juga bagi hatinya jalan kemudahan menuju Allah SWT.

Oleh Nimatussa’adah