Depok, walisongoonline.com – Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk paling sempurna. Bahkan Allah menciptakan seluruh makhluk sebagai pelayan manusia agar senantiasa menyembah-Nya.
Sebagai inti dari seluruh makhluk, manusia paling sempurna di muka bumi ini ialah Nabi Muhammad saw. Pada bulan Rabi’ul Awwal, Nabi Muhammad saw dilahirkan. Sebagai umat Muslim, sudah sepantasnya kita mengidolakan Sang Baginda Nabi Muhammad saw. Sang pemberi syafaat. Sang pembawa cahaya.
Sering kali kita mengaku cinta pada Sang Kekasih Allah, namun tidak ada pengorbanan yang dilakukan atas dasar cinta tersebut. Mengaku cinta namun jarang bersalawat. Mengaku cinta namun jarang mengerjakan sunah-nya.
Mengutip dari salah satu isi ceramah Ustazah Halimah Alaydrus, beliau bercerita tentang salah seorang hubabah yang bernama Hubabah Haddādah.
Semasa Ustazah Halimah Alaydrus menuntut ilmu, kitab Bughyatul Mustarsyidīn; karya Sayyid Abdurrahman Al-Masyhūr, menjadi salah satu kitab yang sering beliau pakai dalam belajar.
Suatu waktu di Dār az-Zahrāʼ, Tarim, saya melihat seorang perempuan tua di atas kursi roda ingin ke Dār az-Zahrāʼ.
Namanya Hubabah Haddādah. Layaknya setiap orang yang ingin datang ke Dār az-Zahrāʼ, keperawakannya biasa saja. Tak ada yang spesial dari Hubabah Haddādah yang lumpuh kakinya.
Sampai akhirnya, saya dibuat bertanya-tanya oleh Hubabah Nur – istri Habib Umar bin Hafiz, yang memperlakukan Hubabah Haddādah dengan sangat hormat.
“Ini siapa ya, kok dihormatin banget?” Tanya saya saat itu.
Hubabah Haddādah menyukai duduk di ruangan musala. Sembari memegang tasbih, ia tak hentinya selalu bersalawat.
Perkara makanan yang sering beliau makan, roti gandum yang dituangkan ke dalam susu putih hangat selalu mengisi perutnya. Saat sarapan, makan siang dan makan malam.
“Hubabah, kita punya lauk-lauk yang lain. Kalau mau, saya ambilkan di dapur.” Saya menawarkan diri.
“Saya tidak mau.”
“Kenapa?”
“Soalnya ini roti gandum. Nabi Muhammad kan makannya roti gandum. Kalau yang ini susu. Minuman kesukaan Nabi Muhamad itu susu. Jadi saya makan roti gandum sama minum susu supaya makanan saya sama seperti makanannya Nabi Muhammad.”
Masya Allah.
Terhadap urusan selera, acap kali kita begitu banyak maunya. Kita selalu menjadikan selera seperti apa yang diinginkan oleh hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu tak pernah ada habisnya meminta kriteria.
Baca Juga: Dibalik Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw
Kalau kita menjadikan selera kita sama dengan selera manusia terbaik, Nabi Muhammad saw pasti ada banyak sekali kebaikan yang bisa kita dapatkan.
Dalam sepotong roti, cintaku dan cintamu bertemu. Dalam seteguk susu, jiwaku dan jiwamu bertemu.
Setiap hari Ustazah Halimah Alaydrus diceritakan berbagai hal. Saat ditanya mengenal baik tentang Nabi Muhammad saw dari mana, Hubabah Haddādah mengatakan bahwa abi-nya yang menceritakan. ʻAbī, ʻAllamanī Kulla Syaiʼ. Abūya muftī Tarīm fī Zamanih. Abah saya ʻAbdurraḥmān Masyhur. Abuya katab kitab.’
‘Bughyatul Mustarsyidīn?’
‘Iya, kamu tahu? Kamu baca?’
‘Masya Allah, iya. Saya waktu di Indonesia sering baca kitab abah hubabah. Sering bawa ke mana-mana.’
Betapa pemandangan yang begitu indah. Ketika dapat bertemu keluarga dari tokoh yang sering kita baca karangannya. Sosok yang sangat menginspirasi hidupnya.
Berbicara tentang umat Rasulullah saw, sudah sepantasnya kita memiliki rasa cinta yang begitu besar kepada sang baginda. Ketika Rasulullah saw dapat menjadi syafaat di hari kiamat nanti, sudah seharusnya kita berlomba mendapatkan syafaatnya.
Di dunia ini terdapat fakta dan rasa. Sebuah fakta mengatakan bahwa kita memiliki seorang utusan Allah, yang bernama Nabi Muhammad saw. Perihal rasa, apakah benar-benar ada cinta di dalam hati kita?
Ketika tidak ada fakta yang dapat kita ubah, maka perkara rasa, semua tergantung bagaimana kita menyikapinya. Lantas, apa bukti kalau kita telah mencintai Nabi Muhammad saw?
Sudahkah kita perbanyak bersalawat kepadanya? Apakah kita telah meyakini salah satu hadits nabi bahwa:
مَا مِنْ أَحَدٍ سَلَّمَ عَلَيَّ إِلَّا رَدَّ اللَّهُ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
“Tidaklah umatku mengucapkan salam kepadaku, melainkan Allah kembalikan ruhku sehingga aku dapat menjawab salamnya.”
Rasa cinta itu pasti, dan bagian dari cinta adalah mencintai apa pun dan siapa pun yang dicintai Nabi Muhammad saw. Jangan bosan membaca kisahnya dan memperbanyak membaca salawat. Rutinkan diri untuk mengerjakan sunah-nya. Jangan sepelekan sunah. Karena sunah adalah setiap apa yang dilakukan nabi, bukan hanya sekadar menganggap bahwa itu hanyalah sunah (bukan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan).
Sedikit kutipan dari buku ‘A Secret of Divine Love’:
“Saat kita bersalawat kepada Nabi Muhammad saw, secara spiritual kita menarik diri kita menuju getaran yang lebih tinggi yang memungkinkan kita untuk melihat apa yang tidak dapat dilihat di kegelapan dan kebodohan. Ketika kita bersalawat kepada Nabi Muhammad saw, sesungguhnya kita sedang melakukan ibadah, karena kita mengikuti perintah Allah. Ketika kita bersalawat kepada Nabi Muhammad saw, kita juga mengirim salam keselamatan untuk diri kita, karena beliau adalah refleksi dari bagian yang paling terhubung dan paling murni dari diri kita. Ketika kita bersalawat kepada Nabi Muhammad saw, kita bergabung dengan para malaikat memuji keindahan jiwanya dan membersihkan ketidaksucian kita melalui teladan terbaiknya.”