Santri In The World Of Diversity: Weaving Its Tapestry (1)

Depok, walisongoonline.com –

The Never-Ending Kindness That Blooms at the Right Time

“Jika hidup adalah sebuah kanvas, maka saya adalah pelukis yang merangkai dua warna kontras: satu warna dari percikan intelektual di Universitas Indonesia, dan satu lagi dari guratan keimanan di Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok.”

Nama saya Siti Maryamah, dan saya berjalan di antara dua dunia yang saling melengkapi—kuliah sambil nyantri—dalam sebuah kanvas yang kaya dan penuh warna. Bayangkan saya sebagai penjelajah waktu yang menyusuri lorong-lorong pengetahuan dan kebijaksanaan, dengan satu kaki terinspirasi oleh nilai-nilai moderasi pesantren dan satu kaki lagi terjerat dalam tantangan akademis. 

Perihal kuliah sambil nyantri kepadatan jadwal ini bukanlah sekedar rutinitas, ini adalah seni mengukir keseimbangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Jadwal yang padat dan tantangan yang ada, justru menghadirkan berkah tersendiri.

Di satu sisi, ada hari-hari ketika rasanya sulit sekali membagi waktu antara tugas kuliah yang menumpuk dan kewajiban pesantren yang tak bisa ditinggalkan. Seringkali, saya harus menyempatkan waktu begadang untuk belajar setelah selesai mengikuti kajian malam.

Wajar saja waktu itu, di sesi ospek santri baru, salah stau senior kami menyampaikan materi soal “Kalau mau enak, yaa jangan nyantri!”. Ternyata ada benarnya. Meskipun saya sudah nyantri sejak kecil dan hidup di asrama pesantren selama di Madrasah Aliyah, fase kehidupan ini menawarkan pelajaran yang unik dan mendalam.

Baca Juga: Duhai Cinta Sang Pembawa Cahaya

Hidup di antara dua dunia—akademis dan pesantren—membekali saya dengan disiplin, keterampilan mengatur prioritas, dan ketenangan dalam menghadapi tekanan. Lebih dari sekadar ilmu pengetahuan, pengalaman ini membentuk karakter saya dan menanamkan rasa syukur yang mendalam atas nilai-nilai kehidupan yang saya pelajari.

Sebagai mahasiswi yang berkomitmen pada pendidikan tinggi sembari menjaga nilai-nilai keislaman, saya terus terlibat dalam berbagai kegiatan akademik dan keagamaan yang memperkaya diri secara intelektual dan spiritual. Saat ini, saya aktif mengikuti kegiatan pesantren, terlibat dalam organisasi kemahasiswaan, serta berpartisipasi dalam program sosial yang bertujuan untuk memperkuat komunitas sekitar. 

“Diniatkan ngalap barokah, mbak….”.

Begitulah kutipan yang sering kali disampaikan oleh K.H. Ahmad Yusron As-Sidqi, Pengasuh Pesantren Al-Hikam Depok. Alhamdulillah, Allah mudahkan. Kehidupan kuliah saya berjalan dengan sangat baik. Melalui diskusi dengan teman-teman santri dan dorongan dari asatidz, kesempatan-kesempatan internasional mulai bisa saya genggam. Membuka kacamata baru bahwa menjadi santri adalah sebuah privillage yang tidak bisa semua orang rasakan.  Dan yaa, saya sangat bangga dan bersyukur dengan itu.