Depok, walisongoonline.com – Abah Hasyim Muzadi adalah ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang sudah masyhur, baik nasional maupun internasional. Beliau lahir di Bangilan, Tuban, Jawa Timur tanggal 8 Agustus 1944, wafat pada tanggal 16 Maret 2017. Sejak kecil, Orang tua K.H. Hasyim Muzadi memberi nama Makhin. Seiring berjalannya waktu, nama itu diganti menjadi Ahmad Hasyim Muzadi, namanya diganti karena kemauannya sendiri yang diajukan kepada ayahnya.
Nama Hasyim diambil dari nama tokoh ulama besar pendiri NU, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari, dengan harapan kelak bisa seperti K.H. Hasyim Asy’ari. Nama Muzadi diambil dari nama ayah beliau, yaitu Muzadi. Tidak heran jika beliau ingin diganti namanya dengan Hasyim, karena beliau lahir di kalangan mayoritas masyarakat berorganisasi Nahdlatul Ulama. Di samping itu, ayah beliau adalah seorang yang sangat mencintai ulama.
K.H. Hasyim Muzadi dilahirkan dari keluarga biasa, bukan dari keluarga kiai. Ibunya (Rumiyati) merupakan penjual roti dan Bapaknya (Muzadi) merupakan penjual tembakau. Didikan yang diberikan orang tuanya membawa beliau menjadi ulama besar. K.H. Hasyim Muzadi selalu diajarkan hidup sederhana. Tidak hanya itu, beliau juga diberikan keteladanan untuk selalu sabar dan tetap berusaha ketika kesulitan menimpa, karena Allah akan membukakan jalan kemudahan.
Kedua orang tua beliau merupakan orang yang suka membantu dan memberi. Ketika perekonomian sedang mengalami kesulitan, sebisa mungkin tidak meminta kepada orang lain, sehingga keduanya selalu berusaha memberikan nafkah kepada anaknya dengan hasil yang halal. Teringat sebuah kata mutiara yang sederhana tapi penuh makna, “Kebersihan (hati) akan melahirkan kebesaran, tapi penggunaan kebesaran yang tidak bertanggung jawab akan memukul dirinya sendiri.” Kutipan ulama NU ini diambil dari kehidupannya sendiri, di mana beliau menjadi ulama besar karena orang tuanya mendidik dengan penuh kesucian hati.
K.H. Hasyim Muzadi sejak kecil terlahir menjadi seorang yang cerdas, mandiri, pekerja keras, dan pantang menyerah. Kecerdasan beliau terlihat dari cara bermain dengan temannya, yaitu yang punya banyak akal. Di usia 12 tahun melanjutkan mondok di Gontor, setelah lulus dari Gontor kecerdasan dan kepandaiannya lebih terlihat dari cara penyampaian ketika berbicara, walaupun bicaranya sedikit tapi bermakna.
K.H. Hasyim Muzadi mulai aktif berorganisasi ketika kuliah di IAIN Malang, beliau menjadi aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), kemudian diangkat sebagai ketua PMII di tingkat kampusnya. Organisasi PMII menjadi salah satu basis kekuatan mahasiswa NU yang didirikan oleh Mahbub Djunaidi.
Baca juga: Dua Hasyim: Pencetus Dan Penerus Nahdlatul Ulama
Dalam berorganisasi, K.H. Hasyim Muzadi sangat bagus sehingga diangkat menjadi ketua Organisasi Gerakan Pemuda Ansor mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, tingkat kota Malang, tingkat Provinsi Jawa Timur, bahkan hingga tingkat pusat di Jakarta.
Kiprah berorganisasi beliau mulai dikenal masyarakat secara nasional yaitu ketika menjadi ketua Pengurus Wilayah NU di Jawa Timur. Saat itu juga beliau sering berinteraksi dengan Gus Dur yang menjadi ketua PBNU. Kemudian, setelah Gus Dur berhenti menjadi ketua PBNU, K.H. Hasyim Muzadi melanjutkan jabatannya selama dua periode, yakni dari tahun 1999-2004 dan 2005 -2010.
Setelah tidak aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama beliau lebih memilih mengurusi santrinya di Al-Hikam, para santri beliaulah yang akan menjadi penerus Nahdlatul Ulama yang akan memperjuangkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Semangat mengajar yang begitu besar, sehingga ketika beliau dekat dengan ajalnya masih tetap memberikan ilmunya kepada para santri.
Perjalanan hidup yang penuh lika-liku yang menciptakan kesuksesan. Sampai sekarang namanya tetap dikenal baik oleh masyarakat. Jasa yang diberikan dalam organisasi NU begitu besar dan tidak terlupakan hingga saat ini.