Kajian Kitab Al-Hikam: Hikmah ke-121

Kajian Kitab Al-Hikam: Hikmah ke-121

عَلِمَ وُجُودَ الضَّعْفِ مِنْكَ فَقَلَّ أعْدَادَهَا

وَ عِلْمَ احْتِيَاجَكَ إِلَى فَضْلِهِ فَكَثّرَ أَمْدَادَهَا

“Allah Swt. mengetahui sisi lemahmu sehingga Allah Swt. mengurangi ibadah fardu. Di sisi lain, Allah Swt. mengetahui kebutuhanmu yang besar sehingga Allah Swt. melipatgandakan pahala dari salat”

Hidup itu ibadah. Dikarenakan setiap manusia tidak bisa melakukan hal yang sama, maka ibadah itu dibuat berbagai macam model.

Terdapat beberapa manfaat dari salat:

  1. Menyucikan hati dari dosa
  2. Pintu untuk hal-hal gaib
  3. Tempat bermunajat
  4. Membersihkan jiwa

Ketaatan seseorang itu dibagi dua yaitu tsawabit (fardu) dan mutaghayyirat (boleh diimprovisasi).

Luasnya Rahmat Allah

Apabila kita diberi rahmat sejumlah satu oleh Allah Swt., maka rahmat itu dapat berkembang menjadi dua. Begitu pula, satu ilmu juga akan melahirkan banyak kesimpulan.

Dalam perjalanan Isra’ Mikraj, Nabi Muhammad Saw. meminta keringanan menjadi 50 waktu salat fardu menjadi 5 waktu. Meski begitu, fadilah salat 5 waktu tetap sama dengan 50 waktu. Selain itu, jika seorang muslim melakukan salatnya berjamaah, maka akan dihitung 27 tiap rakaat. Berbeda halnya dengan orang yang tidak melaksanakan salat, hatinya akan menjadi kering.

Apabila seseorang meminta ganti atas amal perbuatan yang ia lakukan, maka Allah Swt. juga akan menuntut ketulusan dari amalnya. Contohnya, seorang penghafal al-Qur’an yang berdoa agar suatu saat nanti orang tuanya mendapatkan fadilah atas hafalannya. Maka, Allah Swt. juga menuntut penghafal al-Qur’an tersebut untuk belajar dan menghafal dengan benar dan tulus.

Hakikatnya tidak ada di dunia ini yang tidak menuntut ketulusan. Oleh karena itu, setiap manusia harus bisa saling rida. Ketulusan juga yang akan menghantarkan manusia menuju kesuksesan.

Pertanyaannya adalah bagaimana jika kita sudah berusaha beribadah namun belum bisa tulus? Ibnu Athaillah mengajari kita semua untuk berdoa paling tidak memohon keselamatan.

Ketulusan bersama Allah

Terdapat sebuah cerita seorang murid dan gurunya. Guru berkata bahwa orang yang belajar ilmu itu pantas atau boleh untuk melamar siapapun karena ilmu itu adalah keberkahan. Kemudian sang murid pun datang melamar anak seorang raja untuk membuktikan perkataan tersebut. Raja pun memberi sebuah syarat untuk mencari mutiara hitam yang besar untuk diserahkan kepada Raja. Sang murid pun menemukan sebuah samudera dan mencoba menguras lautan.

Orang-orang pun keheranan dan menertawakan perbuatannya. Seekor ikan datang dan kemudian menolongnya mengambil mutiara hitam. Sang murid pun menyerahkan mutiara hitam tersebut kepada raja. Sang murid pun kemudian berhasil menikahi putrinya. Pada malam pertama, usai salat Isya, sang murid salat dua rakaat secara berturut-turut sampai putri raja tersebut tertidur hingga pagi. Ketika terbangun, sang putri menemukan surat berisi pernyataan talak. Sang murid pergi ke hadapan gurunya dan menyatakan bahwa apa yang dikatakan oleh gurunya benar.

Ketika seorang manusia belum mencapai derajat ketulusan, paling tidak ia selalu menjaga syariat. Selain itu, tanda diijabahnya sebuah ketulusan adalah dengan diberi cobaan. Ketulusan akan selalu bergandengan dengan cobaan, karena cobaan adalah upaya untuk menjernikan kembali niat.

#Resume K.H. Muhammad Yusron Shidqi, Lc. MA.

Editor: Tim Jurnalis

Baca juga: Kajian Kitab Al-Hikam Ibnu Athaillah: Hikmah ke-118