Keabadian Tafsir Klasik: Pesona Kitab Ad-Durr al-Mantsur Karya al-Syuyuthi

Sampul Kitab Ad-Durr al-Mantsur karya Jalaluddin al-Suyuthi

Identitas Kitab

Judul Kitab : Ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bil-Ma’tsur

Penulis : Jalaluddin al-Suyuthi
Penerbit : Daar Al-Kutub Al-Alamiah, Beirut-Lebanon
Jumlah Jilid : 7 Jilid
Jumlah Halaman: 4.326 Halaman
Jilid 1: 663 Halaman.
Jilid 2: 617 Halaman.
Jilid 3: 646 Halaman.
Jilid 4: 670 Halaman.
Jilid 5: 751 Halaman.
Jilid 6: 721 Halaman.
Jilid 7: 258 Halaman.

Deskripsi Kitab

Kitab Ad-Durr al-Mantsur karya Jalaluddin al-Suyuti merupakan salah satu karya monumental dalam khazanah tafsir Islam. Ditulis dengan metode tafsir bi al-ma’tsur atau berbasis riwayat, kitab ini menjadi referensi penting untuk memahami Al-Qur’an melalui hadis, atsar sahabat, dan tabiin. Dengan pendekatan ini, Al-Suyuti menjaga keaslian interpretasi Al-Qur’an sebagaimana dipahami oleh generasi awal Islam.

Kitab Durr al-Mantsur karya Jalaluddin al-Suyuti merupakan salah satu karya monumental dalam khazanah tafsir Islam. Ditulis dengan metode tafsir bi al-ma’tsur atau berbasis riwayat, kitab ini menjadi referensi penting untuk memahami Al-Qur’an melalui hadis, atsar sahabat, dan tabiin. Dengan pendekatan ini, Al-Suyuti menjaga keaslian interpretasi Al-Qur’an sebagaimana dipahami oleh generasi awal Islam.

Penulisan Ad-Durr al-Mantsur adalah bagian dari trilogi karya Al-Suyuti yang mencakup Lubab al-Nuqul, al-Itqan, dan Ad-Durr al-Mantsur . Berbeda dengan Lubab yang lebih ringkas, Ad-Durr al-Mantsur dirancang untuk menyajikan informasi yang lebih lengkap. Kitab ini menjadi ensiklopedia tafsir berbasis riwayat dengan pengumpulan berbagai riwayat untuk memberikan gambaran yang beragam.

S.R. Burge dalam artikelnya mengkaji tafsir Al-Suyuti pada Surat Al-Falaq, khususnya penerapan hermeneutika radikal. Hermeneutika radikal dalam konteks Ad-Durr al-Mantsur berarti bahwa Al-Suyuti sepenuhnya mengandalkan riwayat dari Nabi, sahabat, dan tabiin sebagai sumber interpretasi. Al-Suyuti menghindari penafsiran berbasis logika atau opini pribadi, sehingga fokus tafsirnya berada pada makna literal dan keaslian riwayat. Dengan pendekatan ini, ia menyerahkan pembacaan Al-Qur’an kepada pemahaman generasi awal Islam, sekaligus membebaskan pembaca dari pengaruh subjektivitas mufassir.

Metode ini terlihat dalam cara Al-Suyuti menyusun kitabnya, yang mengutip secara berurutan riwayat-riwayat terkait tanpa menambahkan opini pribadinya. Misalnya, dalam tafsir Surat Al-Falaq, ia hanya mencantumkan riwayat tentang sebab turunnya ayat, kedudukan surat dalam mushaf, serta penjelasan leksikal tanpa memberikan tafsir tambahan di luar riwayat tersebut. Pendekatan ini memungkinkan pembaca untuk menafsirkan sendiri konteks riwayat yang disajikan, meskipun dengan risiko memerlukan pemahaman lebih dalam terhadap latar belakang riwayat itu.

Baca Juga: Mengapa Al-Qur’an Perlu Ditafsirkan?

Dalam kritik teks, Al-Suyuti membahas posisi al-Mu’awwidhatayn (Surat Al-Falaq dan Al-Nas) dalam Al-Qur’an. Empat riwayat pertama dalam Durr al-Mantsur mengafirmasi bahwa kedua surat tersebut bagian dari Al-Qur’an. Ia juga mencatat sebab turunnya Surat Al-Falaq, seperti sihir yang diarahkan kepada Nabi, penggunaannya dalam pengobatan Nabi, dan pandangan terhadap jimat.

Al-Suyuti melalui tinjauan leksikologi menarik perhatian pembaca pada kata al-Naffathat yang diartikan sebagai al-Sahirat (penyihir perempuan). Selain itu, Al-Suyuti menyebutkan keutamaan membaca al-Mu’awwidhatayn. Allah menyukai surat ini, sehingga bermanfaat sebagai jampi-jampi.

Menurut Burge, Durr al-Mantsur tidak sekadar mengaplikasikan teori dari al-Itqan. Kitab ini menunjukkan bagaimana Al-Suyuti memilih dan menyusun riwayat dengan fleksibilitas tinggi. Al-Syuyuthi merancang Lubab al-Nuqul sebagai ringkasan riwayat, sedangkan Durr al-Mantsur memberikan informasi yang lebih luas dan kaya.

Sebagai mahakarya tafsir Islam, Durr al-Mantsur menggabungkan keautentikan riwayat dengan kedalaman analisis. Studi S.R. Burge menegaskan bahwa kitab ini bukan hanya kumpulan riwayat, tetapi juga bukti metode kompleks yang diterapkan Al-Suyuti. Kitab ini menjadi jembatan antara generasi salaf dan modern, menunjukkan keabadian tafsir klasik dalam menjawab kebutuhan umat sepanjang zaman.

Meski kaya akan riwayat, Durr al-Mantsur cenderung kurang memberikan konteks sosial atau historis yang mendalam dari riwayat yang dikutip. Hal ini dapat menyulitkan pembaca modern yang membutuhkan penjelasan lebih terperinci mengenai latar belakang riwayat. Selain itu, kitab ini tidak menyediakan panduan interpretasi bagi pembaca yang kurang memahami tradisi tafsir, sehingga terasa kurang ramah untuk kalangan non-akademik.

Kitab ini sangat cocok bagi pembaca yang memiliki dasar ilmu hadis dan tafsir, terutama mereka yang ingin memperdalam metode tafsir bi al-ma’tsur. Namun, bagi pemula atau pembaca umum, disarankan untuk membaca pendamping seperti al-Itqan atau kitab pengantar tafsir lainnya agar lebih memahami struktur dan metode yang digunakan Al-Suyuti. Selain itu, pembaca juga disarankan untuk memiliki pengetahuan dasar tentang tradisi periwayatan dalam Islam agar lebih mudah memahami isi kitab ini.

Referensi: Burge, SR (2013). Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, the Muʿawwidhatān and the Modes of Exegesis. … of Qurʾanic Exegesis (2nd/8th–9th …, Oxford University Press London

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.