Kilas Balik Jejak 10 November dan Implementasi Konseptualnya

Mengingat kata sejarah tentu tidak terlepas dari peranan atau perjuangan seorang pahlawan yang telah gigih mengorbankan jiwa dan raganya hanya untuk terwujudnya cita-cita bersama yakni kedamaian. Oleh karena itu, tidak heran jika ada hari khusus untuk memperingati peristiwa tersebut sebagai bentuk rasa hormat dan dedikasinya. Maka, pada hari ini tepatnya Kamis, 10 November 2022 telah diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. Seperti biasanya, para instansi menggelar upacara resmi sebagai bentuk penghormatan sekaligus mengenang jasa para pahlawan yang amat besar. Peristiwa 10 November yang sangat terkenang dan tak terlupakan ini khususnya bagi rakyat Surabaya tidak terlepas dari perjuangan Arek-arek Suroboyo yang dipelopori oleh Bung Tomo.

Selain itu, ada juga peranan kyai dan santri yang tak bisa diabaikan begitu saja. Mengapa? Sebab, mereka juga memiliki peran yang sangat besar dalam pertempuran melawan kebrutalan tentara sekutu. Meskipun dengan senjata ala kadarnya berupa bambu runcing, tetapi pada akhirnya dapat memojokkan tentara sekutu. Dari sinilah lahir istilah Resolusi Jihad yaitu pertempuran yang diprakasi oleh para ulama dan santri dalam insiden 10 November 1945.

Baru berumur jagung Indonesia merdeka, 19 September 1945 pasukan AFNEI (Inggris) yang diboncengi oleh pasukan NICA (Belanda) rupanya masih mengincar kekuasaan di Indonesia. Dengan propagandanya yang manis alih-alih visi kedatangannya hanya bertugas melucuti senjata dan membebaskan para tawanan tentara Jepang. Justru sebaliknya, mereka juga menggencarkan kebiasan terhadap rakyat Indonesia.

Usut punya usut pertempuran ini pecah karena peristiwa perobekan Bendera Belanda dan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, yakni pimpinan pasukan Inggris. Peristiwa ini bermula dari kekejian Belanda yang mengibarkan Bendera Merah-Putih-Biru pada tiang teratas Hotel Yamato. Kemudian berlanjut pada unjuk rasa di depan Hotel Yamato sebagai reaksi penolakan rakyat Indonesia atas tindakan Belanda. Alhasil, Koesno Wibowo bersama Soedirman dan Haryono sebagai perwakilan dari Indonesia berhasil menurunkan bendera dan merobek warna birunya. Lantas mengibarkan kembali sang merah putih di atas Hotel Yamato.

Hari demi hari perlawanan sengit pun semakin digempurkan baik dari pihak sekuktu maupun Indonesia. Namun kali ini, pihak sekutu yang merasa kewalahan hingga mengakibatkan Jenderal HC. Hawthorn meminta gencatan senjata pada Soekarno. Alih-alih demikian, bentrokan kecil pun kerap terjadi dan puncaknya ketika Brigadir Jenderal Mallaby yakni pimpinan dari sekutu tewas terbunuh. Dalam kondisi yang mencekam ini, kemurkaan pasukan sekutu semakin membabi buta.

Terlebih ketika ultimatumnya diterbangkan melalui selebaran pamflet, keadaan ini semakin menekan rakyat Indonesia, dan sebagai ancamannya Kota Surabaya akan digempur secara total baik dari jalan darat, laut, maupun udara, seketika Kota Surabaya menjadi neraka pada kala itu. Kendati demikian, Bukannya mengendurkan malah membangkitkan semangat rakyat Indonesia dalam melawan kekejian penjajah.

Baca juga: Dalam Pergerakan Terdapat Keberkahan

Melalui pidatonya Bung Tomo yang mengebu-gebu “lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka, semboyan kita tetap: merdeka atau mati! Allahu Akbar!  Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!” rupanya berhasil membakar jiwa nasionalisme para pejuang.

Penggalaan pidato inilah yang menjadi landasan kuat rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan kemerdekaannya. Walaupun dengan mengorbankan jiwa dan raganya, tercatat sebanyak 20.000 rakyat Indonesia menjadi korban dan 150.00 jiwa lainnya meninggalkan Kota Surabaya. Walhasil, atas keberanian, kegigihan, dan kerpecayaan yang tinggi, akhirnya rakyat Surabaya berhasil menumbangkan pasukan sekutu dalam kurun waktu 3 minggu, dan karena momentum inilah Kota Surabaya dikenang sebagai Kota Pahlawan.

Lantas Bagaimanakah Implementasi Konseptualnya dalam Memaknai Hari Pahlawan?

Mungkin kita tidak asing lagi dengan sapaan bahwa “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya”. Apalagi tema hari pahlawan tahun 2022 ini adalah “pahlawanku teladanku”. Banyak sekali keteladanan yang ada pada diri pahlawan yang perlu diimplementasikan. Pada hakikatnya menghargai jasa para pahlawan bukan sekadar mengenang jasanya lewat penyelenggaraan upacara atau sekadar kenal dengan sosoknya, melainkan ada makna lebih yang perlu kita terapkan dalam bersikap dan bertindak layaknya sikap tinggi para pahlawan, seperti:

  • Rela berkorban, artinya kita harus meneladani sikap pahlawan yang rela berkorban. Hidup dan matinya dikorbankan demi kepentingan bersama. Kita juga bisa menerapkannya dengan tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama.
  • Berani dalam kebenaran, dalam kondisi apapun baik itu stabil ataupun sulit kita tetap harus menjunjung tinggi nilai kebenaran. Meski memiliki risiko yang tinggi pula.
  • Berjiwa besar.  Bagaimana maknanya? Kita bisa menerima bagaimana itu kekalahan dan kemenangan yang ada di depan mata kita, berani menerima kritikan dan masukan dari orang lain, tidak serta merta menutup diri dan menguggulkan dirinya sendiri apalagi sampai bersikap primordialisme.
  • Meningkatkan rasa nasionalisme atau cinta tanah air. Lewat prestasi-prestasi, kita bisa mengharumkan Nama bangsa dan menjaga ke-eksistensi-annya di kancah Internasioanl. Selain itu, kita juga harus lebih mencintai produk dalam negeri sendiri daripada produk impor yang mengatasnamakan ikut tren masa kini.