Oleh: Saipul Bahri
Hati merupakan unsur terpenting yang dimiliki oleh setiap orang. Di dalam hati itulah terkandung niat, tujuan, dan keinginan (ambisi) yang nantinya akan direspon oleh otak lalu direalisasikan dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Jika yang di dalam hatinya baik, maka akan timbul kebaikan, jika isi hatinya buruk, maka akan lahir keburukan. Dengan demikian hati memiliki pengaruh yang amat besar bagi karakter dan kehidupan setiap seorang. Bersihnya hati akan berakibat pada baiknya amal-amal anggota badan, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW;
عَنْ أَبِي عَبْدٍ لِلَّهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلُحَ الْحَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَتْ كُلُّهُ, أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)
“Ingatlah, dalam jasad ada segumpal daging. Apabila ia baik maka baiklah seluruh jasad, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa ia adalah hati”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Selain hati, unsur terpenting lainnya yang harus selalu diperhatikan adalah lisan. Jika hati merupakan pangkal dari segala kebajikan dan keburukan, maka lidah menjadi pintu keluarnya. Pepatah mengatakan, “Lidah tak bertulang, namun dapat menusuk berulang-ulang”.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda;
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بَا لِلَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا لِيَصْمُتْ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW mengaitkan perkataan baik atau diamnya seseorang (dari mengatakan hal yang buruk) dengan keimanan seseorang. Hal ini menunjukan bahwa pandai menjaga lisan merupakan karakter dan sikap yang harus dimiliki oleh setiap mukmin. Seorang mukmin diharuskan menggunakan lisannya hanya untuk mengucapkan kata-kata yang baik dan benar, jika tidak bisa maka ia diperintah untuk diam. Ini merupakan suatu bukti bahwa ia sadar akan keberadaan Allah SWT yang selalu mengawasinya dan yakin akan adanya balasan atas segala tindakan dan ucapannya di hari kiamat kelak.
Di dalam kitab An-Nawadir, Syaikh Sihabuddin Ahmad Ibn Salamah Al-Qolyubi menceritakan bahwa suatu saat Luqman al-Hakim diberi seekor kambing oleh tuannya. Ia diperintah untuk menyembelih kambing tersebut lalu mengantarkan kepadanya bagian tubuh kambing yang paling buruk. Luqman kemudian menyembelihnya lalu mengantarkan kepada tuannya hati dan lidah kambing yang sudah disembelih itu. Setelahnya, tuannya memberi seekor kambing lagi dan meminta Luqman untuk menyembelih kambing tersebut serta memintanya untuk mengantarkan bagian tubuh kambing yang paling baik kepadanya. Maka Luqman pun menyembelihnya. kemudian ia mengambil hati dan lidah kambing itu lalu mengantarkannya kepada tuannya.
Melihat apa yang dilakukan oleh Luqman, tuannya bertanya-tanya mengapa ketika Ia meminta bagian kambing paling buruk, Luqman memberinya hati dan lidah, demikan pula ketika Ia meminta bagian yang paling baik, Luqman juga memberikan bagian yang sama. Mendengar pertanyaan dari tuannya, Luqman menjawab,“Wahai Tuanku, tidak ada yang lebih buruk ketimbang hati dan lidah manakala keduanya buruk, dan tidak ada yang lebih baik daripada keduanya manakala keduanya baik”.
Dari ibarah diatas, tergambar sebuah pesan bahwa menjaga hati dan lisan merupakan hal yang sangat penting. Keduanya dapat memberi pengaruh yang amat besar bagi seseorang baik terkait dirinya sendiri juga orang lain dan lingkungan sekitar, dalam segi manfaatnya maupun mudharatnya.
نَفَعَنَا اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِهَذَا الْكَلَامِ, وَقَالَ تَعَالَى يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا لِلَّهِ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَلُكُمْ وَيَغْفِرِلْكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا, صَدَقَ اللَّهُ الْعَظِيمُ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ