Malas: Teman atau Musuh?

Depok, walisongoonline.com – Malas seringkali dianggap sebagai musuh besar dalam kehidupan manusia yang menyebabkan kegagalan, stagnasi, dan berbagai kekurangan lainnya. Namun, apakah malas benar-benar seburuk yang kita pikirkan? Atau justru ada sisi positif yang selama ini luput dari pandangan kita?

1. Sisi Positif Malas

Malas adalah mekanisme alami tubuh untuk beristirahat dan mengisi ulang tenaga. Tanpa rasa malas, kita mungkin akan terus bekerja tanpa henti hingga kehabisan energi dan jatuh sakit. Malas dapat dianggap sebagai tanda bahwa tubuh membutuhkan waktu untuk memulihkan diri, selaras dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya keseimbangan dalam hidup. Sebagaimana dalam Q.S. al-Qashash: 77

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Selain itu, malas juga bisa menjadi katalisator bagi kita untuk berinovasi dan menemukan cara yang lebih efisien dalam melakukan sesuatu. Ketika kita merasa malas mengerjakan tugas yang berat dan memakan banyak waktu, kita cenderung mencari solusi yang lebih praktis dan mudah, yang menjadi cikal bakal lahirnya berbagai penemuan dan inovasi baru. Dalam perspektif psikologi, malas bisa menjadi bentuk mekanisme pertahanan diri yang digunakan otak untuk menghindari stres berlebihan.

Baca Juga: Mental Tak Sehat Pertanda Iman Tak Kuat

2. Bahaya Malas Berlebihan

Kendatipun malas punya nilai positif, tapi jika tidak dikelola dengan baik ia dapat berubah menjadi musuh yang berbahaya. Malas yang berlebihan bisa menghambat produktivitas, membuat kita kehilangan banyak kesempatan, dan bahkan mempengaruhi kesehatan mental.

Dijelaskan dalam Q.S. an-Nisa: 71-72

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا خُذُوْا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوْا ثُبَاتٍ اَوِ انْفِرُوْا جَمِيْعًا وَاِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَّيُبَطِّئَنَّۚ فَاِنْ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَالَ قَدْ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيَّ اِذْ لَمْ اَكُنْ مَّعَهُمْ شَهِيْدًا

“Wahai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah dan majulah (ke medan pertempuran) secara berkelompok-kelompok atau majulah bersama-sama (serentak). Sesungguhnya di antara kamu pasti ada orang yang sangat enggan pergi (ke medan pertempuran). Jika kamu ditimpa musibah, dia berkata, “Sungguh, Allah telah menganugerahkan nikmat kepadaku karena aku tidak ikut berperang bersama mereka.”

Dalam ayat ini, kita diperingatkan untuk tidak menjadi orang-orang yang bermalas-malasan, seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang lemah iman dan orang-orang munafik.

3. Mencari Keseimbangan

Kuncinya adalah menemukan keseimbangan antara bekerja keras dan beristirahat. Nikmatilah momen-momen malas dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan menenangkan pikiran, tetapi jangan biarkan malas menguasai hidup sepenuhnya. Tetaplah memiliki target dan tujuan yang ingin dicapai, dan selalu ingat untuk bangkit kembali setelah merasa cukup beristirahat. Dalam psikologi, ini dikenal sebagai manajemen stres yang sehat.

Motivasi untuk tidak bermalas-malasan adalah karena manusia diciptakan dalam kesemangatan untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Kemalasan merupakan sikap yang dibenci Allah Swt. sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. dari sahabat Abu Hurairah:

“Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah… Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas…” (HR. Muslim).            

Pada akhirnya, malas bukanlah musuh yang harus diperangi habis-habisan. Ia hanyalah teman yang sesekali perlu diajak kompromi. Dengan memperlakukannya secara bijak, malas bisa menjadi sumber energi baru bagi kita untuk meraih kesuksesan yang lebih besar. Sesuai ajaran Islam dan psikologi, kita perlu menerima malas sebagai bagian dari kehidupan dan menggunakannya dengan bijak untuk mencapai produktivitas yang optimal.