مَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لِتَشْقٰٓى ۙاِلَّا تَذْكِرَةً لِّمَنْ يَّخْشٰى ۙ
Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan. Itulah mengapa jauh-jauh hari Allah memberi garansi, turunnya Al-Qur’an bukan ingin menambah beban, bukan untuk menyulitkan, dan bukan pula untuk menghadirkan kesengsaraan. Melainkan Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Taha ayat 2-3
Artinya: “ Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).
Takut membuat-Nya marah, takut kehilangan rida dan cinta. Mereka yang rida dengan Allah sebagai Rabb, Islam sebagai din, dan Muhammad sebagai Nabi-nya telah berangkat ke ufuk makna cinta yang mempesona, meraka belajar mencintai cinta, makhluk yang dikaruniakan Allah sebagai warna-warni yang ceria, yang merasuk tanpa memabukkan, yang hidup tanpa membinasakan.
Baca juga: Bukan Sebuah Cinta Jika Tak Berujung pada Sang Pemilik Cinta
Cinta, ruh yang mengalir lembut, menyenangkan, bersinar, jernih dan ceria. Terkadang juga bermanifestasi menjadi ruh yang mengalir lembut, menyesakkan, berderai, jerih dan badai. Ia tak pernah dihukumi haram. Karena Ia bukan virus yang memberikan penyakit pada jiwa seperti yang sering kita salah tafsirkan. Justru cinta, adalah makhluq yang harus dijaga kesehatannya dari setiap penyakit yang mencoba menungganginya. Penyakit yang datang dari setan, syahwat, maupun syubhat.
Sayyidih Fatimah dan Ali menjadi contoh bagi kita. Bagaimana cinta hidup, sehat, tanpa penyakit yang mengganggu niat-niat baik. Ia menjadi rahasia hati, tersimpan rapat yang hanya ia dan Allah mengetahui. Bahkan, setan pun tidak tau bahwa mereka saling menyimpan cinta.
Seperti bunga, cinta sejati tidak akan mampu menyembunyikan semerbak wanginya. Keberadaan cinta menjelma dalam kelembutan, kecerdasan, perbaikan diri, kesalehan dan tentu juga keikhlasan. Tanpa keikhlasan yang digantungkan pada pemilik bumi yang maha tinggi, ia akan mati. Persis seperti setangkai mawar yang dipotong hanya untuk dipersembahkan kepada kekasih. Pasti engkau tahu apa makna keikhlasan dalam setiap amal. Abah Hasyim mengutarakan bahwa ikhlas itu adalah sesuatau yang tidak tampak dan tidak pula ditampak-tampakkan.
Ketika laut bergemuruh, ombak menggunung, dan angin bertiup kencang. Maka para awak pun dengan panik berseru, “Ya Allah!”
Ketika musibah menimpa, bencana dan tragedi melanda, oarang-orang pun berseru, “Ya Allah!”
Ketika pintu-pintu permohonan telah tertutup dan dinding-dinding permohonan telah dihilangkan, maka mereka pun berteriak, “Ya Allah!’
Asma’ Allah menjadi ungkapan yang paling jujur, tulisan yang paling indah, dan kata yang paling berharga. Allah pemilik semua kekayaan, keabadian, kekuatan dan pertolongan. Allah juga pemilik semua kelembutan, perhatian dan tentu pemilik cinta.
Kisah Nabi Yakub ‘alahis salam, mengingat besarnya ujian dari Allah. Kehilangan putra tercinta, yang paling lucu, paling menggemaskan, paling tampan dan paling manis perangainya. Diterpaan badai duka itu ia mengungkapkan keimanan, kepasraan, dan cinta.
قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya“Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Yusuf 86)
Seperti itulah ketika seorang Mukmin memaknai cinta kepada Allah. Ia selalu berada dalam jalan kebaikan. Ia merasakan pengawasan dan penjagaan dari kekasihnya. Dengan penjagaan ia merasa aman dari segala sesuatau yang merugikan, sebab ia memiliki sebuah kalimat yang paling menyenangkan. Karena merasakan pengawasan dari Allah ia selalu berusaha hidup dengan kesalehan, ia merasa lebih pantas malu terhadap Tuhannya yang selalu membersamainya.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”. (Q.S. Qaaf 16).
Sekilas dari alur perayaan cinta bagi dua insan yang saling mencintai sudah dicantumkan dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat 21.
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir“.
Baca juga: https://www.merdeka.com/jateng/apa-arti-cinta-dalam-islam-ketahui-hakikat-dan-macamnya-kln.html
Ayat ini seringkali dicantumkan pada undangan walimahan. Menurut penafsiran Kementerian Agama, ayat ini menjelaskan tentang tanda kekuasaan Allah dalam hal penciptaan laki-laki dan perempuan. Penciptaan laki-laki dan perempuan ini diciptakan Allah sedemikian rupa hingga menimbulkan daya tarik pada masing-masing. Beberapa alur cinta insan dari ayat ini.
- Min anfusikum. dari jiwa-jiwa kalian. Memiliki makna kesamaan dari sisi psikis dan fisik. Hal pertama yang dibicarakan Al-Qur’an tentang alur cinta dua manusia adalah kesejiwaan. Kesamaan itulah nantinya yang akan menumbuhkan perasaan mawaddah dan rahmah, kasih sayang dan perasaan cinta.
- Azwaajan, pasangan hidup. sesudah kesesuaian jiwa, Al-Qur’an segera mengatakan bahwa mereka menjadi suami istri. Orang-orang selalu berfikir bahwa kita harus mencari pasangan yang tepat, maka hubungan akan berhasil. Ada dua hal di dunia ini. Menikahi orang yang dicintai atau mencintai orang yang dinikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan, sedangkan yang kedua adalah kewajiban.
- Litaskunuu ilaihaa. Supaya kalian tentram, tenang, padanya. Kata hubung yang digunakan berupa huruf lam yang menunjukan otomatis. Kalau pernikahan dimulai dari kesejiwaan, maka otomatis seorang suami akan merasakan ketenteraman pada isrtinya.
- Waja’ala bainakum mawaddah wa rahmatan. Kemudian ada yang harus diproses dan diusahakan yakni mawaddah dan rahmatan. Kata mawaddah dan rahmah ada yang berpendapat kata itu ditujukan bagi anak muda dan orang tuanya.Ada pula yang menafsirkan sebagai rasa kasih sayang yang makin lama terasa makin kuat antara suami istri.
Inilah sekilas alur perayaan cinta yang dituntunkan Al-Qur’an. Jika kita menggunakan perayaan cinta dengan alur ini insyaallah dapat menemukan bahagianya merayakan cinta. Wallahua’lam.