إِذَا اَحْبَبْتُمْ أَنْ تَعْلَمُوْا مَا لِلْعَبْدِ عِنْدَ رَبِّهِ فَانْظُرُوا ماذا يَتْبَعُهُ مِنْ حُسْنِ الثَّنَاءِ
“Apabila kalian hendak mengetahui derajat seseorang di sisi Allah SWT., maka lihat saja (setelah wafatnya) seberapa banyak orang yang memberikan pengakuan baik padanya.”
Hadis yang terdapat dalam kitab al-Muwatha karya Imam Malik tersebut merepresentasikan tema besar yang akan diulas dalam tulisan ini, yakni mengurai kembali lintasan pemikiran dakwah almaghfurlah K.H. Ahmad Hasyim Muzadi semasa hidupnya dalam upaya meneladani nilai luhur dan melestarikan perjuangannya. Beliau merupakan tokoh Islam karismatik asli dari Jawa Timur. Lahir di Bangilan, Kabupaten Tuban, pada tanggal 8 Agustus 1944 (sekitar setahun sebelum Indonesia merdeka).
Retorika Mempesona
“Setelah wafatnya Presiden Soekarno, bangsa Indonesia sulit mendapatkan seseorang yang memiliki retorika dalam penyampaian pesan yang cantik, indah, berurutan, serta rapi (munazzam). Tak ada yang lain setelahnya kecuali K.H. Hasyim Muzadi,” ungkap K.H. Miftachul Akhyar dalam sebuah acara Haul Abah Hasyim ke-5.
Memang, tak dapat dipungkiri bahwa setiap ceramah yang disampaikan oleh Abah Hasyim selalu menarik untuk disimak. Diksi yang apik cum penuh hikmah membuatnya menjadi teladan dalam penyampaian pesan dakwah. Sebagai contoh, beliau pernah menyampaikan, “Banyak sarjana hukum yang masuk hukuman. Ada jaksa ko’ dituntut, ada polisi ko’ diselidik, ada hakim ko’ dihakimi, di mana kesalahannya? Apakah kurang ilmu? Tidak. Bahkan ilmunya lebih, tetapi penggunaannya yang tidak bertanggung jawab kepada umat dan Allah SWT.”
Baca Juga: Pra-Haul Ke-6 Abah Hasyim Al-Hikam Depok Gelar Halaqoh Nasional
Strategi dakwah yang diterapkan benar-benar mencerminkan nilai-nilai yang beliau pelajari semasa belajar di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), yaitu atthariqah ahammu min al-maddah (metode itu lebih penting dari materi ajar). Tidak mengherankan jika beliau termasuk dalam peringkat ke-18 dalam daftar The 500 Most Influential Muslims edisi 2009.
Tegas Terukur
“K.H. Hasyim Muzadi itu tegas, tapi terukur (dalam bersikap),” demikian disampaikan oleh K.H. Ahmad Marwazie al-Batawi al-Makki, murid langsung dari musnid ad-dunya Syekh Yasin bin ‘Isa al-Fadani, dalam ngaji rutinan sahih muslim di Masjid Al-Hikam Depok.
Abah Hasyim, dengan gagasan utama Islam Rahmatan lil ‘Alamin, memainkan peran sentral sebagai mediator dalam menanggapi perpecahan internal di tengah umat, seperti kontroversi seputar qunut subuh yang sering memicu perselisihan antara NU dan Muhammadiyah. Dalam menghadapi situasi ini, Abah Hasyim tidak hanya mengandalkan kebijaksanaan dan kewibawaannya, tetapi juga humor yang penuh hikmah, sebagaimana yang terungkap dalam kata-katanya, “Dulu di Indonesia Islam hanya ada dua kelompok, yaitu NU dan Muhammadiyah, tapi kerjanya ribut melulu. Gara-gara masalah qunut dan tidak qunut ketika salat subuh ini menjadikan batal besanan. Tapi alhamdulillah sekarang tidak pernah ribut lagi. Kenapa? Karena pemuda-pemudanya sudah tidak pernah salat subuh, jadi tidak ada lagi ribut tentang qunut.”
Pada saat yang sama, Abah Hasyim juga terlibat dalam menengahi permasalahan yang lebih luas, yang melibatkan konflik antara tasyaddud (penekanan berlebihan dalam praktik agama) dan tasahul (penyepelean dalam praktik agama), dengan memperkenalkan pendekatan dakwah yang moderat (tawassuth), yang bertujuan untuk menyeimbangkan kedua kutub tersebut tanpa miring ke arah ekstrem. Konsep beliau tentang Islam Rahmatan lil ‘Alamin, yang diilhami oleh ayat Al-Qur’an dalam surat al-Hujurat (49:10), terus berkembang dan diterima di seluruh kalangan, melebihi sekat ormas seperti NU dan Muhammadiyah. Bahkan, ketika wafatnya, Muhammadiyah menerbitkan sebuah buku sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi dan perjuangan Abah Hasyim Muzadi yang bertajuk “Takziah Muhammadiyah untuk KH. Hasyim Muzadi”.
Demikianlah paradigma dakwah K.H. Hasyim Muzadi. Dari retorika yang memukau hingga pendekatan dakwah yang tegas namun terukur, perjalanan hidupnya memberikan gambaran yang menginspirasi. Sejalan dengan visi beliau, tulisan ini mengajak kita untuk merenungkan dan menerapkan nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi persatuan, keberagaman, serta rahmat bagi seluruh alam. Semoga pemikiran dan perjuangan beliau terus mengilhami dan menerangi langkah kita dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh: Arnawan Dwi Nugraha Mahasiswa STKQ Al-Hikam Depok
Pemenang Juara 1 Lomba Artikel Opini Haul Ke-7 K.H. Hasyim Muzadi