الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَ الْمُؤْمِنِينَ حَمْدًا تُشْرِقُ بِهِ فِي الْقُلُوبِ أَنْوَارُ الْيَقِينِ وَتَثْبُتُ بِهِ الْأَقْدَامُ فِي مَنَاهِجِ الْمُتَّقِينَ.. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ جَامِعُ الْخَلَائِقِ لِيَوْمِ الدِّينِ, فَمُكْرِمٌ مَنْ أَطَاعَهُ وَاتَّقَاهُ, وَمُذِلُّ مَنْ خَالَفَهُ وَعَصَاهُ… وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا وَحَبِيبَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا وَنُورَ قُلُوبِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولَهُ وَحَبِيبَهُ وَمُنْتَقَاهُ..اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىَّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ الَّذِي هَدَيْتَنَا بِهِ مِنَ الضَّلَالَةِ وَعَلَّمْتَنَا بِهِ بَعْدَ الْجَهَالَةِ وَبُصْرَتُنَا بِهِ مِنَ الْعِمَايَةِ وَعَلَى الْهِ الْكِرَامِ مَصَابِحُ الظَّلَامِ وَعَلَى أَصْحَابِهِ الْأَئِمَّةِ الْأَعْلَامِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْوُقُوفِ بَيْنَ يَدَيْكَ يَا مَلِكُ يَا عَلَّامُ. أَمَّا بَعْدُ…. فَيَا عِبَادَ اللَّهِ فَإِنِّي أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ : وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا …
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, marilah kita panjatkan puja syukur kehadirat Allah SWT, selawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW
Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah Swt.
Orang Cina dulu membangun tembok yang besar dan tinggi, mereka bertujuan agar dapat hidup aman, tidak sediitpun musuh dari luar bisa masuk ke dalam negerinya dan mengganggu. Pada seratus tahun pertama tembok itu berdiri dengan megahnya, hingga pernah mendapati serangan dari musuh. Namun musuh mengetahui, bahwa cara menembus dinding besar china bukan menghancurkan tembok yang megah itu, sehingga pada kesempatan berikutnya bukan menyerang tembok atau menaiki tembok melainkan dengan menyuap penjaga, sehingga mereka dengan mudah bisa masuk melewati pintu.
Dari situ bisa diambil kesimpulan, “Orang-orang Cina sibuk membangun tembok tapi lupa membangun penjaga”. Mungkin belajar dari nenek moyangnya itu Cina yang sekarang menyadari bahwa membangun SDM terlebih dulu itu lebih penting sebelum membangun apapun.
Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah
Membangun SDM bagi suatu masyarakat bahkan dalam konteks yang lebih besar yaitu negara itu sangat penting terlebih di era modern kontemporer dewasa ini yang serba cepat dan instan. Karena keberhasilan suatu negara hingga dapat menciptakan suatu masyarakat dalam sebuah negara yang sejahtera, adil dan makmur itu bukan dilihat pada besar dan kecilnya luas teritorial wilayahnya atau sedikit dan banyaknya jumlah penduduknya, tapi lebih kepada kualitas SDM yang dimilikinya.
Namun SDM yang berkualitas dalam kaca mata Islam adalah SDM yang mempunyai landasan kuat dalam akidah dan keterpautan kepada Allah Swt. atau dalam bahasa Al Qur’an jika ingin suatu negara itu rimpah loh jinawe makmur dan berkah maka masyarakat dan penduduknya beriman dan bertaqwa.
Allah Swt berfirman;
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاأْلَرِضَ
Pada konteks ayat di atas, Al Habib Umar bin Hafidz menjelaskan bahwa untuk menarik keberkahan langit dan bumi, sekalipun bahasa al Qur’an menggunakan redaksi Qura atau yang biasa diartikan desa, sejatinya tanggung jawab untuk mengimplementasikan kandungan ayat itu perlu dari lingkungan terkecil hingga yang paling besar.
Beliau menyebutkan
لِأَهْلِ كُلّ قَرْيَةٍ أَمِنُوا وَاتّقُوا لِأَهْلِ كُلّ مَدِينَةٍ أَمّنُوا وَاتّقُوا لِأَهْلِ كُلّ دَوْلَةٍ امْنُوا وَاتّقُوا
Bahkan kalau mau ditambahkan pada lingkungan yang lebih kecuali adalah
لِأَهْلِ كُلِّ أُسْرَةٍ أَوْ عَائِلَةٍ أَمِنُوا وَاتَّقُوا
Karena keluarga adalah komunitas terkecil yang menjadi peranan penting dari lahirnya keberkahan-keberkahan komunitas yang lebih besar yaitu negara bahkan dunia.
Jika keluarga baik maka akan tercipta lingkungan yang baik, namun jika keuarga rusak maka juga akan rusak suatu umat.
Jamaah shalat jumat yang dimuliakan oleh Allah Swt.
Tiga Ancaman Perusak SDM
Teringat sebuah perkataan sebagian orientalis (orang di luar Islam yang mengkai Islam) mengatakan;
إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَهْدِمَ حَضَارَةَ الْأُمَّةِ فَنَهَاكَ وَسَائِلَ ثَلَاثٍ
أَهْدَمَ اأْلَسْرَةَ
أَهْدَمَ التَّعْلِيمَ
إِسْقَاطُ الْقُدْوَةِ
Pertama, untuk menghancurkan keluarga yaitu dengan menghilangkan mental seorang ibu sebagai ibu rumah tangga. Maksud ibu rumah tangga adalah seorang ibu yang masih mau meluangkan waktunya mendidik anaknya.
Jangan sampai seorang ibu atau bahkan orang tuanya tidak lagi peduli dengan contoh shalat anaknya ? Begitu besar konsekuensinya bagi keluarga hingga Nabi Saw pernah bersabda
لَا يَلْقَى اللَّهُ بَعْدَ الشِّرْكِ بِاَللَّهِ بِذَنْبٍ أَعْظَمَ مِنْ جَهَالَةِ أَهْلِ بَيْتِهِ بِأُمُورِ دِينِهِمْ.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَرِبْ عَلَيْهَا
Hadis Nabi SAW
مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا خَيْرًا لَهُ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
Orang tua dituntut untuk berjuang dalam memenuhi kebutuhan nafkah, pengasuhan, dan pendidikan akhlak bagi keluarganya. Pada saat yang sama orang tua juga wajib bersabar dalam menjalani proses berumah tangga atas perilaku atau ucapan pasangan dan anaknya yang kadang menyakitkan.
Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin;
مُجَاهَدَةُ النَّفْسِ وَرِيَاضَتُهَا بِالرِّعَايَةِ وَالْوِلَايَةِ وَالْقِيَامِ بِحُقُوقِ الْأَهْلِ وَالصِّرْبِ عَلَى أَخْلَاقِهِنَّ وَاحْتِمَالِ الْأَذَى مِنْهُنَّ وَالسَّعْيِ فِي إِحْصَلَاحِهِنَّ وَإِرْشَادِهِنَّ إِلَى طَرِيقِ الدِّينِ وَالِاجْتِهَادِ فِي كَسْبِ الْحَلَالِ لِأَجْلِهِنَّ وَالْقِيَامُ بَتْرُ بَيْتَةٍ لِأَوْلَادِهِ
Artinya: Berjuang melawan diri sendiri dan melatih kepribadian dalam mengasuh, mengayomi, memenuhi kewajiban terhadap keluarga, bersabar atas kelakuan mereka, menanggung kecewa karena ulah mereka berusaha memperbaiki dan menunjuki mereka ke jalan agama berjuang mencari nafkah halal untuk mereka dan mendidik anak-anak.
Ajarkan doa yang terus diwarisi;
رَبِّ هِبْلِيٌّ مِنَ الصَّاحِلِينَ
Kedua, untuk menghancurkan pendidikan adalah dengan gurunya. Diciptakannya status guru yang tidak ada lagi harganya. Sehingga murid-muridnya pun menghinanya. Sudah berkurangnya guru yang ikhlas karena Allah. maka jika menjadi guru jangan hanya memberi ilmu dan informasi, transformasi tanpa ada ikatan ruhani dan keterpautan dengan Allah nanti ilmu yang disampaikan hanya hakan menjadi berita dan boleh jadi tidak ada tanggung jawab di dalamnya.
Ketiga, untuk menghancurkan panutan adalah dengan menjatuhkan peran ulama sebagai referensi dan suri tauladan. Mengadu domba dan semisalnya. Sehingga kalam atau nasehatnya ulama sudah tidak lagi di dengar, perbuatannya sudah tidak lagi dijadikan contoh dan seterusnya.
Baca juga: Khotbah Jumat Urgensi Ilmu
Tentu ulama yang patut kita jaga kehormatannya adalah ulama-ulama yang istikamah di jalan Allah. Ukuranya sederhana yaitu ada kesesuaian antara ucapan dan perbuatan, tidak menyalahkan orang lain dan selalu berkata lembut sekalipun tegas. Ulama yang mencerminkan karakter wasathiyyah atau moderat yaitu ulama yang kuntum khaira ummah yang selalu mengajak kepada kebaikan dengan cara yang baik dan menyeru untuk menjauhi kemungkaran dengan cara yang baik pula.
Semoga kita dapat mewujudkannya. Amin
Khatib: Ust. Nasril Albab, S.Ag.
Editor: Tim Jurnalis