Dalam memahami ayat mutasyabihat ulama berbeda pendapat, apakah bisa diketahui hamba Allah atau tidak? Perbedaan pendapat ini berasal dari perbedaan dalam memahami ayat 7 surah Ali-Imran. Maka dari itu tulisan ini akan mengulas singkat tentang pandangan ulama dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat.
Ayat yang menjelaskan tentang ayat mutasyabih
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرّٰسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Dialah Allah yang menurunkan Kitab kepadamu Nabi Muhammad. Di antara ayat-ayatnya ada yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Kitab dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal, tidak ada yang mengetahui takwilnya, kecuali Allah. Dan Orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali ulul albab. (Ali-Imran: 7)
Pada ayat ini, para ulama berselisih pendapat dalam memaknai huruf “wawu” pada kalimat “war-rasikhuna fi al-ilmi yaquluna amanna bihi” sehingga memunculkan pandangan yang berbeda, dalam memahami makna ayat mutasyabihat, apakah bisa diketahui manusia atau hanya Allah yang mengetahuinya.
Silang Pendapat Para Ulama Terkait Ayat Mutasyabihat
Di bawah ini beberapa pendapat ulama mengenai hal tersebut;
Pendapat pertama manusia tidak dapat mengetahui maknanya dan hanya Allah yang mengetahuinya. karena huruf “wawu” pada kalimat ‘war-rasikhuna fi al-ilmi yaquluna amanna bihi” adalah waw isti’naf menunjukkan untuk memulai kalimat baru. Jalaluddin as-Suyuthi (w.911 H) menguraikan bahwa pendapat pertama ini adalah pendapat kebanyakan para sahabat, tabiin, dan tabi’ tabiin, serta para ulama setelah mereka khususnya ahlussunnah (Al-Itqan fi ulum al-Qur’an:2/427). Mereka berhujjah dengan dalil yang dikeluarkan riwayat oleh Abdur Razak di dalam Tafsirnya dan Hakim di dalam al-Mustadrak ala al- Shahihain: 3/3202
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقْرَأُ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ اِلَّا اللَّهُ وَيَقُوْلُ الرَّسِخُوْنَ فىِ الْعِلْمِ آمَنَّا بِهِ
Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, ‘Kami mempercayainya’
Pendapat kedua: menyatakan bahwa makna ayat mutasyabihat dapat diketahui oleh orang yang mendalami ilmunya. Karena”waw” yang ada pada kalimat “warrasikhuwna fil ilmi” adalah “wawu athaf” yang diathafkan pada kalimat sebelumnya dan kalimat “ya quluna” menjadi “hal”. Bukan “wawu isti’naf” yang menjadi permulaan kalimat. Dengan menyimpulkan bahwa Allah Swt. dan orang-orang yang mendalami ilmunya mengetahui maknanya. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Nawawi (w. 676 H) dalam Syarah Shahih Al-Muslim. Ini yang menurutnya yang paling shahih, karena tidak mungkin Allah Swt. menyeru hambanya dengan sesuatu yang yang tidak dapat diketahui maksudnya.
Baca juga: Sejarah Peletakan Nuqthah Al-I’jam Dalam Al-Qur’an
Pendapat ketiga: mengkompromikan pendapat pertama dan kedua bahwa ayat mutasyabihat. Yakni ada yang dapat diketahui maknanya dan ada juga hanya Allah yang mengetahui maknanya. Pendapat ini dikemukakan ar-Raghib al-Asfahani 502 H dalam Mufradatul Qur’an dengan cara membagi ayat mutasyabih kepada tiga bagian:
Pertama, lafadz ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikatnya, hanya Allah Swt yang dapat mengetahuinya seperti tibanya hari kiamat. Kedua, ayat mutasyabih yang dengan berbagai sarana manusia dapat mengetahui maknanya, seperti: makna kalimat yang gharib dan hukum yang belum jelas.
Baca juga: Penggunaan Takwil Terhadap Ayat-Ayat Mutasyabihat, Berikut Penjelasannya
Ketiga, ayat mutasyabih yang khusus dapat diketahui maknanya oleh orang-orang yang ilmunya mendalam dan tidak dapat diketahui selain mereka. Sebagaimana diisyaratkan oleh doa Nabi Muhammad saw. kepada Ibn Abbas:
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّين ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيل
Ya Allah ajarkanlah ilmu agama yang mendalam kepadanya dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya
Wallahu a’lam