“Salat adalah kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, setelah mencapai syarat tertentu sehingga terkena beban syariat (taklif).”
Sebagai manusia biasa, kita tidak akan pernah luput dari kesalahan dan lupa, terutama dalam pelaksanaan salat. Salat adalah kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, setelah mencapai syarat tertentu sehingga terkena beban syariat (taklif). Kelalaian dalam melaksanakan salat sering terjadi karena berbagai alasan seperti malas, lupa, tidur, dan sebagainya. Dari situ muncul dua istilah dalam salat: Salat Ada’ dan Qadha’.
Namun, ketika seseorang meninggalkan salat, masih ada kewajiban untuk menggantinya, sebagaimana disampaikan dalam Hadis Nabi SAW:
عن اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ قَالَ مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لا كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ وَأَقِمْ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW bersabda, “Siapa yang terlupa salat, maka lakukan salat ketika ia ingat dan tidak ada tebusan kecuali melaksanakan salat tersebut dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku.” (HR. Bukhari)
Namun, banyak yang tidak memahami tartib (urutan) pelaksanaan salat yang tertinggal, terutama saat lebih dari satu salat yang tertinggal, kecuali bagi mereka yang sedang haid (orang yang haid tidak perlu mengqadha salatnya). Lalu, bagaimana urutan pelaksanaan salat yang tertinggal (qadha)?
Dalam hal ini, Syeikh Zainuddin Al-Malibary dalam kitabnya, Fath Al-Mu’in, menyampaikan beberapa kasus yang memicu perbedaan hukum pelaksanaannya:
- Meninggalkan salat tanpa uzur (sengaja)
Jika seseorang malas-malasan untuk melaksanakan salat Zuhur hingga waktu Ashar tiba dan ia baru ingat, wajib baginya menyegerakan salat Zuhur yang tertinggal. Hal ini sebagaimana penjelasan Syaikh Zainuddin al-Malibari:
ويبادر من مر بفائت وجوبا إن فات بلا عذر فيلزمه القضاء فورا.
Wajib bagi orang yang terlewat dari salatnya (tidak melaksanakan salat hingga keluar waktunya) menyegerakan salat tersebut, jika ia meninggalkan salat itu tanpa uzur. Maka salat qadha harus dilakukan seketika itu (ketika ingat bahwa ia belum melaksakan salat).
2. Meninggalkan salat karena uzur (tidur, lupa, pingsan dll)
Misalnya seseorang pingsan sebelum masuknya waktu zuhur dan sadar ketika sudah masuk waktu salat ashar, maka disunahkan untuk menyegerakan salat zuhur yang tertinggal. Keterangan ini sebagaimana disampaikan Syaikh Zainuddin al-Malibari:
ويبادر به ندبا إن فات بعذر كنوم لم يتعد به ونسيان كذلك
Sunnah untuk menyegerakan salat (yang tertinggal) jika tertinggal sebab adanya uzur seperti tidur yang tidak ceroboh begitu juga lupa.
Baca Juga : Kesehatan Mental Dalam Perspektif Islam; Menyongsong Pesantren Yang Sehat Jiwa Dan Raga
Urutan Pelaksanaan Salat yang Tertinggal
Ketika seseorang meninggalkan beberapa salat, urutan pelaksanaannya bergantung pada adanya uzur atau tanpa uzur.
- Meninggalkan salat tanpa uzur (sengaja)
Misalnya seseorang bermalas-malasan untuk mengerjakan salat Zuhur hingga keluar dari waktunya (masuk waktu Ashar). Maka ia harus melaksanakan salat Zuhur terlebih dahulu kemudian melaksanakan salat hadir/ Ada ’ (yakni salat Ashar). Sebagimana keterangan:
وإذا فات بلا عذر فيجب تقديمه عليها
Dan apabila meninggalkan salat tanpa adanya uzur maka wajib mendahulukan salat yang tertinggal (qadha) dari salat yang hadir.
Jadi, salat Zuhur yang tertinggal dilaksanakan terlebih dahulu, diikuti oleh salat Ashar.
- Meninggalkan salat karena uzur
Bila terdapat uzur, maka disunahkan untuk melaksanakan salat seperti urutan asalnya. Jadi, salat zuhur yang tertinggal dilaksanakan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan salat ashar untuk memperoleh kesunahan. Hal ini disampaikan Syaikh Zainuddin al-Malibari:
ويسن ترتيبه أي الفائت فيقضي الصبح قبل الظهر وهكذا.وتقديمه على حاضرة لا يخاف فوتها إن فات بعذر وإن خشي فوت جماعتها على المعتمد
Disunahkan menertibkan (pelaksanaan) salat yang tertinggal (qadha), maka salat Subuh dilaksanakan sebelum melaksanakan salat Zuhur (yang juga . Dan (disunahkan) mendahahulukannya dari salat hadir (salat yang dilakukan pada waktunya) yang tidak dikhawatirkan keluar dari waktunya. Jika tertinggalnya salat itu sebab adanya uzur meskipun takut tertinggalnya jama’ah (tetap disunahkan melaksanakan salat qadha terlebih dulu).
Demikian juga misalnya seseorang yang tertinggal dua salat, misal salat zuhur dan ashar tertinggal sebab pingsan dan sadar ketika sudah masuk waktu salat maghrib, maka pelaksanaannya tetap disunahkan untuk mendahulukan salat zuhur (qadha), kemudian salat Ashar (qadha), serta dilanjutkan dengan salat Magrib (ada’). Dengan syarat ketika melaksanakan salat qadha tersebut sekira salat Magribnya tidak keluar dari waktunya.
Baca Juga : Benarkah Berkah bisa Didapat Dengan Posting Foto?
Jika dikhawatirkan salat hadir/ada’ (yakni salat Magrib) itu keluar dari waktunya meskipun yang keluar itu hanya beberapa rakaat, maka wajib baginya untuk mendahulukan salat hadir/ ada’ tersebut. Akan tetapi, ini masih ada perbedaan pendapat, sebagaimana yang dipaparkan oleh Imam Ramli:
يَقْتَضِي اسْتِحْبَابَ التَّرْتِيبِ أَيْضًا إذَا أَمْكَنَهُ إدْرَاكُ رَكْعَةٍ مِنْ الْحَاضِرَةِ لِأَنَّهَا لَمْ تَفُتْ
Seseorang melaksanakan salat qadha masih mendapat kesunahan tartib apabila masih memungkinkan mendapati meskipun satu raka’at dari salat hadir/ada’ karena ia (masih mendapati satu raka’at) tidak dikatakan tertinggal (keluar dari waktunya). (Imam Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, 2/386).
Oleh karena itu, salat qadha dilaksanakan sesuai urutan aslinya, misalnya, salat Zuhur yang tertinggal dilaksanakan sebelum salat Ashar.
Ketika Dua Kasus Bercampur:
Ketika salat yang tertinggal itu bercampur, dalam artian satu salat tertinggal sebab ada uzur sedang yang satunya tanpa uzur, maka dalam kasus ini yang didahulukan adalah yang tertinggal tanpa uzur, meskipun pada urutan asalnya lebih dulu salat yang sebab uzur.
Misal, seseorang tidak salat Zuhur karena ketiduran dan bangun setelah masuk waktu pelaksanaan salat Ashar, tapi ia bermalas-malasan tidak mengerjakan keduanya hingga masuk waktu Maghrib, maka seketika itu ia harus segera melaksanakan salat qadha nya itu dan mendahulukan yang tanpa uzur (yakni salat Ashar).
Catatan Tambahan:
Syeikh Nawawi Al-Bantani menegaskan dalam kitab Nihayah Al-Zain, 9. bahwa tidak boleh menggunakan waktu tanpa uzur untuk selain melaksanakan salat qadha, seperti salat sunah, fardhu kifayah, bahkan fardhu ‘ain yang muwassa’ (waktunya masih panjang).
Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang urutan pelaksanaan salat yang tertinggal sangat penting bagi setiap muslim. Wallahu a’lam.
Kontributor: Saif Istaqim Haqiqi
Editor: Arnawan Dwi Nugraha