Menjadi Mahasantri: Tak Mudah Tapi Penuh Berkah

Depok, walisongoonline.com – Menjadi seorang mahasantri berarti menjalani dua peran besar sekaligus, yakni sebagai mahasiswa di perguruan tinggi dan santri di pesantren. Menghadapi dua tanggung jawab ini tidak selalu mudah karena menuntut keseimbangan antara studi akademik dan kegiatan kepesantrenan. Namun, jika kita memahami bahwa keduanya saling melengkapi, maka kehidupan sebagai mahasantri justru akan penuh dengan berkah.

Menjalani dua tanggung jawab besar ini seringkali terasa berat. Tugas-tugas akademik sering kali menumpuk, sementara kegiatan pesantren seperti ibadah dan mengaji juga harus tetap dilaksanakan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abah Hasyim Muzadi, “Kamu akan besar dengan segala kesulitan, bukan dengan kemudahan, karena kemudahan akan datang di tengah-tengah kesulitan.” Meskipun sulit, proses ini adalah bagian dari pembentukan diri. Dengan terbiasa menghadapi kesulitan, maka mahasantri akan tumbuh lebih kuat, baik secara mental maupun spiritual.

Baca Juga: Santri In The World Of Diversity: Weaving Its Tapestry (1)

Dua dunia ini sebenarnya tidak saling bertentangan, melainkan saling memperkaya. Pendidikan akademik memberikan wawasan duniawi, sementara kehidupan pesantren menawarkan kedalaman batin. Ketika keduanya digabungkan, ilmu yang diperoleh tidak hanya digunakan untuk mengejar karir, tetapi juga sebagai sarana beribadah dan memberi manfaat bagi sesama. Dengan demikian, ilmu yang diperoleh tidak hanya sebagai teori, tetapi bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pesantren adalah tempat yang baik untuk membentuk mental dan akhlak. Di sini, mahasantri diajarkan hidup mandiri, disiplin, dan rendah hati. Nilai-nilai kesederhanaan yang diajarkan di pesantren menjadi ciri khas tersendiri. Salah satu keterampilan penting yang diperoleh dari menjadi mahasantri adalah kemampuan mengatur waktu. Mereka yang berhasil menjalani kedua amanah ini adalah mereka yang mampu mengatur waktu dengan baik, membagi antara kuliah, kegiatan pesantren, dan ibadah. Keterampilan ini juga sangat berguna di masa depan, ketika menghadapi dunia kerja atau kehidupan di luar pesantren.

Mensyukuri kedua amanah ini berarti menyadari bahwa dunia ini hanya sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan abadi. Pendidikan akademik bukan hanya untuk keberhasilan dunia, tetapi juga sebagai jalan untuk memperkuat iman dan meraih ridha Allah. Dengan demikian, kesulitan yang dihadapi dalam menjalani kedua dunia ini adalah bagian dari ujian yang akan membawa kebaikan dunia dan akhirat.

Menjadi mahasantri adalah anugerah yang luar biasa. Seperti yang dikatakan Abah Hasyim Muzadi, “Kamu akan besar dengan segala kesulitan, bukan dengan kemudahan.” Tantangan yang dihadapi akan membentuk karakter, iman, dan intelektual. Dengan memadukan ilmu akademik dan spiritual, mahasantri siap tumbuh menjadi pribadi yang seimbang dan siap menghadapi dunia dengan berkah dan kebaikan.