Depok, Walisongoonline.com –
Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok menyelenggarakan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) bersama Koordinator Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (Kopertais) Wilayah II Jawa Barat. Acara ini berlangsung pada Kamis, 7 November 2024, di ruang rapat STKQ Al-Hikam.
Acara ini dihadiri oleh Dr. Nur Arifin, M.Pd. sebagai peninjau, serta Anif Setiawan dan Dimas Hernawan sebagai pendamping. Turut hadir pula Ketua STKQ Al-Hikam Dr. Subur Wijaya, M.Pd.I, sejumlah 6 anggota civitas akademika, serta 4 perwakilan dari mahasiswa/i STKQ Al-Hikam.
Dalam sambutannya, Dr. Subur Wijaya mengungkapkan bahwa STKQ adalah sebuah kampus berbasis pesantren yang merupakan warisan dari KH. Hasyim Muzadi. Dari kampus ini, ‘Abah’ – sebutan akrab KH Hasyim Muzadi – ingin mencetak para hufaz yang menghafal 30 Juz dapat menjadi ulama dengan intelektual yang tinggi.
Selain itu, Ketua STKQ juga menyampaikan bahwa salah satu program unggulan STKQ Al-Hikam ialah Prosakti (program Masa Bhakti). Program ini dilaksanakan selama satu tahun di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), yakni setelah mahasiswa menyelesaikan sidang munaqosah. Dengan harapan mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin sebagaimana yang menjadi cita-cita Abah Hasyim Muzadi.
Baca Juga: STKQ Al-Hikam dan IIQ Jakarta Sepakati MoU: Mewujudkan Kampus Kolaboratif
Menurutnya, program ini pernah ia tawarkan kepada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) lainnya, namun beberapa institusi ragu untuk mengadopsinya karena khawatir akan tantangan dalam implementasinya.
“Oleh karena itu, dalam konteks Tridarma Perguruan Tinggi, STKQ Al-Hikam lebih mengarah pada pengabdian masyarakat. Sementara itu, untuk aspek penelitian, STKQ Al-Hikam masih membutuhkan arahan dan dukungan, khususnya dari Kopertais, agar penelitian di STKQ bisa berkembang sesuai dengan standar yang ditetapkan,” terang Dr. Subur.
Sebelum memberikan arahannya, Dr. Nur Arifin sebagai pembicara utama pada acara Monev ini, melemparkan satu pertanyaan kepada audiens mengenai makna QS. Ali Imran:104:
يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ
“…menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf…”
Apa distingsi antara khair dan ma’ruf?
Tentu, hal ini bisa menjadi objek penelitian yang sangat menarik.
Menurutnya, jika kita fokus mengkaji Al Qur’an. Maka Al-Qur’an akan menjadi sumber utama dalam penelitian. Karena dengan memahami Al Qur’an, akan lahir ragam disiplin ilmu.
Dewasa ini, banyak orang yang ahli dalam tatanan teori, akan tetapi untuk membuktikan teori tersebut seringkali mereka terjebak dalam praktik yang keliru.
“Sebagai contoh, banyak para dai yang berbicara tentang keistimewaan balasan bagi orang yang shalat berjamaah, namun faktanya mereka cenderung lebih suka shalat munfarid; istilah Jawa untuk ini jarkoni (iso ngajari nanging ora iso nglakoni),” tukas visitor Kopertais dalam guyonnya.
Di samping itu, Dr. Arifin juga menyampaikan bahwa nama ‘Kulliyatul’ dalam STKQ (Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an) layaknya sudah cocok mewakili seluruh kajian dalam Al Qur’an, baik membaca, menulis, mengabdi, maupun meneliti. Kemudian terkait program studi, STKQ Al-Hikam bisa mengembangkan jurusan-jurusan yang menjadi pertanyaan seputar Al Qur’an, sehingga di mana jurusan ini menjadi mata kuliah di kampus lain, Al-Hikam menjadi jurusan sendiri. Artinya, adanya aspek pendalaman dalam pengkajiannya.
Baca Juga: Kunjungi Pesantren Al-Hikam, GETI Sosialisasikan Industri Halal
Di penghujung kalamnya ia menyebutkan, Hukum itu berpacu pada fakta zahir, begitu pun dengan adanya monev ini, hanya bisa mengarahkan berdasarkan fakta yang ada.
“Kami bukan seperti mbah dukun yang bisa langsung mengarahkan ini dan itu; akan tetapi, kami hanya bisa mengarahkan perkembangan dan kemajuan STKQ Al-Hikam berdasarkan fakta yang ada,” tutup Dr. Arifin.
Acara kemudian dilanjut dengan sesi diskusi, doa penutup, dan diakhiri dengan foto bersama.