Depok, Walisongoonline.com –
الحمد لله واسع الفضل والإحسان، وفضائله الممتازة لذوي الإيمان والإحسان، الذي لم تنزل سحائب جوده تمسح الجمرات كل وقت وأوان، العليم الذي لا يخفى عليه خواطر الجنان، الحي القيوم الذي لا ينعس تقفانه. يمر الدهور والأزمان، الكريم الذي تأذن بالمزيد لذوي الشكران. أحمده حمداً يفوق العد والإحسان، وأشكره شكراً تنال به منة موائد الرضوان.
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، دائم الملك والسلطان، مبرء من سوى من العدم إلى الوجدان، عالم الطواهر وما أنطوى عليه الجنان. وأشهد أن محمداً عبده ورسوله وخيرته من نوع الإنسان، يرفع الله به الحق حتى أضحى المستبان. صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه أهل الصدق والوفاء والإحسان.
أما بعد، أيها الإخوان أُوصيكم وإياي بتقوى الله وطاعته، بامتثال أوامره واجتناب نواهيه. قال الله تعالى في كتابه الكريم: حافظوا على الصلوات والصلاة الوسطى وقوموا لله قانتين.
Hadirin jamaah jum’at yang dirahmati Allah
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, khususnya kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban-Nya dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang serta diharamkan. Di antara ciri-ciri orang yang bertakwa telah disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 3:
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ
“(yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka,”.
Hadirin yang dirahmati Allah
Setiap bulan Rajab, kita selalu diingatkan oleh guru-guru kita, para kiai, dan para khatib bahwa pada peristiwa Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima perintah untuk melaksanakan shalat lima waktu. Begitu istimewanya shalat, sampai Allah mewahyukan perintah tersebut di tempat yang sangat mulia, yaitu di atas langit ketujuh, di dekat Sidratul Muntaha.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Nilai Kepahlawanan dalam Al-Qur’an
Perintah shalat lima waktu adalah satu-satunya perintah yang diterima langsung oleh Rasulullah dari Allah di langit yang paling tinggi, tanpa perantara malaikat maupun melalui mimpi. Hal ini menunjukkan betapa agungnya ibadah yang seringkali kita lakukan dengan rasa malas atau terpaksa. Terkadang, shalat terasa begitu berat, bahkan muncul perasaan terpaksa saat melakukannya. Oleh karena itu, kita harus senantiasa memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menjalankan ibadah shalat lima waktu dengan ikhlas dan khusyuk.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 45:
وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ
“Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya (salat) itu benar-benar berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,”.
Shalat merupkan ibadah paling istimewa, namun sering pula dilupakan. Tidak sedikit dari kalangan orang Islam yang jika ada yang menuduhnya sebagai non-Muslim dia akan marah, namun di sisi lain, ada juga muslim yang marah saat diingatkan tentang shalat. Padahal, shalat merupakan satu-satunya ibadah yang tidak boleh ditinggalkan dalam kedaan apapun, baik saat sehat maupun sakit, saat diam di rumah maupun dalam perjalanan.
Rukhshah atau despensasi dalam shalat dari Allah saat sakit atau dalam perjalanan adalah cara shalatnya bukan boleh tidak shalat, saat salit misalnya, ia tidak mampu shalat berdiri, maka rukhsahnya bukan boleh tidak shalat, tapi dengan shalat duduk, tidak bisa duduk dengan tidur miring, tidak bisa, maka terlentang, terlentang pun kesusahan, maka dengan isyarat mata dan lain sebagainya.
Saat perjalanan misalnya, rukhsah/despensasinya, bukan boleh tidak shalat, tapi waktu shalatnya yang dikumpulkan dengan dimajukan atau diakhirkan, yang selama ini kita kenal dengan shalat jama’, baik jama’ takdim atau ta’khir. atau dengan menjadikan shalat yang awalnya 4 rakaat menjadi dua rakaat-dua rakaat yang kita kenal dengan shalat Qashar dengan tata cara yang diajarkan oleh rasulullah dan generasi penerusnya, yaitu para ulama.
Saat pakaian terkena najis dalam perjalanan misalnya, bukan berarti shalat boleh ditinggalkan, tetap wajib shalat dengan niat lihurmati waqti (menhormati waktu) kalau memang tidak memungkinkan untuk ganti pakainya yang suci, agar seandainya dalam perjalanan kecelakkan dan meninggal dunia, tidak punya hutang shalat, namun ketika sampai rumah atau tempat tujuan, sempurnakan shalatnya sebagaimana mestinya.
Shalat merupakan ibadah yang tata cara bacaan dan gerakannya ditentukan dan diajarkan langsung oleh rasulullah kepada para sahabat, kita dilarang melakukan bacaan dan gerakan selain bacaan dan gerakan shalat, karena hal itu dapat membatalkan shalat kita atau kata lainnya, shalat yang dilakukan tidak sah. Diriwayatkan dalam sebuah hadits:
“Dari Abu hurairah ra. Bahwa pada suatu waktu Rasullah SAW masuk masjid, tidak lama kemudian, ada seorang laki-laki masuk masid juga, lantas laki- tersebut shalat, setelah selasai, ia mengucapkan salam kepada Rasulullah. Beliau pun menjawab salamnya, namun kemudian beliau bersabda, “shalatlah kembali, karena sesungguhnya engkau belum shalat” atau kalau dalam kata lainnya, “shalat lagi, shalatmu belum sah”, tanpa bertanya kesalahannya di mana, laki-laki tersebut mengulang shalat lagi persis seperti shalat yang ia lakukan sebelumnya, setelah selesai, ia datang lagi menghadap kepada rasulullah, sambil mengucapkan salam, rasulullah pun menjawab salamnya, namun rasulullah menyuruh shalat lagi, sabda beliau, “shalat lagi, karena sesungguhnya engkau belum shalat” maka tanpa bertanya laki-laki tersebut shalat lagi seperti model dua shalat sebelumnya. Begitu lagi sampai tiga kali,”. Setelah tiga kali melakukan shalat dengan model dan cara yang sama, dia menghadap lagi kepada Rasulullah, namun Rasulullah memerinthkan untuk shalat lagi yang keempat kalinya, laki-laki tersebut langsung merespon sembari berkata, “demi Dzat yang mengutusmu dengan haq, aku belum bisa melakukan shalat yang lebih baik lagi dari yang aku lakukan tadi, maka ajarilah aku”, maka Rasulullah bersabda, “jika engkau shalat, maka awalilah dengan takbir, setelah itu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al- Qur’an—surah Al-Fatihah dan surah-surah pendek yang dihafal—setelah itu ruku’lah sampai ruku’mu thuma’ninah (yakni hingga seluruh sendi anggota badan tidak ada yang bergerak), kemudian berdirilah dari ruku’ hingga engkau berdiri tegak (dan tuma’ninah), kemudian sujudlah hingga sujudmu tuma’ninah, kemudian duduklah di antara sujud sampai dudukmu tuma’ninah. Setelah itu, Rasulullah melajutkan, lakukanlah hal itu di setia shalatmu. (HR. al-Bukhari).
Ada penekanan yang sangat penting dalam hadits di atas dari Rasulullah SAW. Bahwa Dalam pelaksanaan shalat tidak hanya bersifat menirukan, tapi berdasar ilmu pengetahuan, karena ada tatacara gerakan dan bacaan yang harus benar-benar diperhatikan agar shalat yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan yang diajarkan Rasulullah kepada para sahabat, dari para sahabat turun kepada tabi’in, dari tabi’in kepada tabi’it tabi’in, hingga ke generasi kita dan seterusnya.
Oleh sebab itu, para ulama, saat menyusun kitab-kitab fikih, hampir semuanya memulai pembahasannya dari bab tata cara pelaksanaan ibadah, khususnya tentang shalat. Hal ini mencakup segala aspek sebelum, saat, dan setelah shalat, seperti thaharah (bersuci dari najis, hadats kecil, dan hadats besar) yang merupakan syarat sahnya shalat. Selain itu, juga dibahas rukun-rukun shalat, baik yang bersifat ucapan—dalam istilah ulama fikih disebut rukun qauli—maupun yang bersifat gerakan—yang dikenal sebagai rukun fi’li. Tidak ketinggalan, rukun qalbi seperti niat juga menjadi perhatian.
Dalam setiap kitab fikih, dari yang paling dasar hingga yang paling rinci, pembahasan mengenai shalat selalu diulas dengan sangat detail. Setiap Muslim yang mukallaf wajib mengetahuinya, karena dikhawatirkan ada hal-hal atau gerakan yang dapat membatalkan shalat, atau syarat dan rukun shalat yang tidak terpenuhi. Bahkan, hal-hal yang sifatnya sunnah sering kali dianggap wajib, atau sebaliknya. Jika salah satu dari kesalahan tersebut terjadi saat shalat, maka otomatis shalat itu tidak sah. Jika tidak sah, maka shalat tersebut tidak diterima, dan seseorang tetap memiliki kewajiban untuk menggantinya di waktu yang lain.
Syekh Abi al-‘Abbas Ahmad az-Zahid dalam kitab Syarah Sittin Masalah mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa siapa saja yang shalat tanpa mengetahui tata cara wudhu dan shalat yang benar dan sesuai dengan tuntunan, maka shalatnya tidak sah, meskipun tatacara wudhu dan shalat yang ia lakukan sudah sesuai dengan prosedur dan tuntunan tersebut. Oleh karena itu, wajib bagi setiap Muslim untuk belajar dan memahami tata cara shalat yang benar sebelum melaksanakannya.”
Apabila seseorang telah melaksanakan shalat sejak kecil, namun tidak mengetahui tata cara yang benar dan belum bisa membedakan mana bacaan atau gerakan shalat yang termasuk dalam rukun (yang jika ditinggalkan akan membatalkan shalat) dan mana yang termasuk dalam sunnah (yang jika dilakukan akan mendatangkan pahala, dan jika ditinggalkan tidak membatalkan shalat), serta bacaan atau gerakan yang dapat membatalkan shalat, maka masih ada kesempatan untuk memperbaiki dan belajar. Ia sebaiknya belajar kepada orang-orang yang ahli fiqih atau minimal bertanya kepada seseorang yang memahami fiqih shalat. Selain itu, disarankan untuk mengadakan kajian khusus mengenai fiqih ibadah, khususnya fiqih thaharah dan fiqih shalat, agar shalat yang dilakukan benar, sah, dan sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ
Khatib: Ustadz Suladi, M.Ag