Dua Buku Santri Abah Hasyim Dibedah di Acara Pra Haul

Dalam rangka menyemarakkan peringatan Haul ke-5 Abah Hasyim Muzadi, tiga organisasi Pesantren Al-Hikam, yakni DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa), OSPAM (Organisasi Pesantren Mahasiswa) dan INSANI (Ikatan Santri Mahasiswa) gelar bedah dua buku karya alumni pada hari Kamis, 17 Maret 2022. Dua buku tersebut adalah buku “Mengurai Aforisme Kitab Al-Hikam bersama K.H. Hasyim Muzadi”  yang ditulis oleh Ust. Husnul Maab, M. Ag dan Kitab ” Ka’s Asy-Syarab al-Widadi Li Man Arada al-Iththila’ al-Lamahat Sirah Syaikh Ahmad Hasyim Muzadi” yang ditulis oleh Ust. Ali Fitriana Rahmat, M. Ag. Kegiatan ini dihadiri oleh para santriwan dan santriwati Pesantren Al-Hikam, Depok.

Bedah buku ini menghadirkan secara langsung dua penulis sebagai narasumber, Ust. Husnul Maab, M. Ag. alumni STKQ Angkatan 3 dan Ust. Ali Fitriana Rahmat, M. Ag, alumni STKQ Angkatan 2.

Acara ini dimulai pukul 20.00 WIB yang dipandu oleh Haudi Irsyad selaku MC. Pembukaan acara dimulai dengan pembacaan surat Al-Fatihah, dilanjutkan dengan acara inti yang dimoderatori oleh Ust. Ahmad Suladi M. Ag.

Abah Hasyim dan Kitab Al-Hikam

Sebagai pemateri pertama, Husnul Maab menceritakan bahwa keinginan untuk menulis buku ini sebenarnya muncul pada dirinya pada tahun 2017, hanya saja keinginannya baru dapat direalisasikan pada tahun 2020. Buku “Mengurai Aforisme Kitab Al-Hikam bersama K.H. Hasyim Muzadi”  merupakan tulisannya dari rekaman Abah Hasyim selama mengajar kitab Al-Hikam kepada para santri. Sisi historis yang tak terlupakan ketika mengaji bersama Abah Hasyim Muzadi, setiap santri sebelum prosakti itu harus ngaji kitab al-Hikam bersama Abah Hasyim Muzadi.

Menurutnya, salah satu keunikan dari kitab Al-Hikam yaitu aforisme Ibnu Athaillah yang mengajarkan para pembacanya untuk mendalami akar (ilmu). Manakala akar seorang sudah kuat maka ia tidak akan mudah terombang ambing dan terpengaruh dengan keadaan dari luar. Seperti guyonan Abah Hasyim “Ada orang Indonesia yang pergi ke Arab selama dua bulan, akan tetapi sepulangnya ke Indonesia ia lebih Arab dari orang Arab sendiri”. Husnul juga menambahkan orang yang terlalu mencari jalan popularitas sedangkan akarnya masih lemah maka yang ada akan sebaliknya alih alih mendatangkan kemanfaatan, justru musibah lah yang akan ia tebarkan.

Beliau melanjutkan bahwa, lalu diakhir penyampaian materi, beliau mengutip perkatan wakil presiden pertama “Muhammad Hatta pernah berkata: saya tidak ingin berislam seperti gincu, akan tetapi saya ingin berislam seperti garam”. Karena orang yang memakai gincu itu jelas terlihat tetapi tidak terasa dan garam itu walaupun tidak terlihat tapi jelas rasanya. Maksudnya tidak tertarik dengan keberagaman yang bersifat formalitas. Akan tetapi lebih tertarik dengan keberagaman yang bersifat substansi.

Rekam Jejak Abah Hasyim Muzadi

Kemudian dilanjutkan dengan narasumber yang kedua yaitu Ust Ali Fitriana M.Ag. Kitab hasil karya yang berjudul “Ka’s Asy-Syarab al-Widadi Li Man Arada al-Iththila’ al-Lamahat Sirah Syaikh Ahmad Hasyim Muzadi” ini ditulis setelah dirinya melihat sebuah syair karangan santri Al-Hikam Malang yang berisi pujian kepada Abah Hasyim. Orang-orang mengira itu adalah hasil karangannya karena saking husnuzannya mereka jika melihat sebuah syair pasti akan diklaim sebagai tulisannya.

Kitab yang ia tulis ini berisi 9 lamahat (lembaran) biografi dan perjalanan singkat Abah Hasyim semasa kecil hingga wafat. Mulai ketika Abah menjadi santri di Gontor, lalu menapaki karirnya di NU hingga dunia internasional, mendirikan pesantren Al-Hikam di Malang dan di Depok, serta amalan yang selalu dilakukan Abah semasa hidupnya. Walaupun buku ini tidak tebal halamannya, setidaknya sudah dianggap mewakili seluruh perjalanan riwayat hidup Abah.

Menurutnya, Abah adalah sosok yang dikenal dengan sifat humoris, ramah dan mudah bergaul. Bahkan orang yang pernah bertemu dengan Abah Hasyim pasti akan mengira bahwa dirinya kenal dekat dengannya meskipun orang tersebut berseberangan pemikirannya dengan beliau.

Pewarta : Ahmad Murtadho