Hari Ahad, 19 Desember 2021 | Takmir Al-Hikam menggelar Peringatan Haul Gus Hilman ke-3. Kegiatan yang dimulai bakda Subuh di Masjid Al-Hikam ini diawali dengan pembacaan muqaddam (mengkhatamkan Al-Qur’an secara serentak) oleh asátiz dan santri yang dipandu oleh KH. Hilmi Ash-Shidqi Al-Aroky.
Dalam kesempatan tersebut Gus Yusron, selaku pemberi tausiah sekaligus adik kandung dari Alm. Gus Hilman, menyampaikan bahwa kita perlu menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang telah meninggalkan kita, tetapi jangan sampai menceritakan bagian-bagian dari keburukannya.
اذْكُرُوْا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ وَ كُفُّوْا عَنْ مَسَاوِيْهٍمْ
“Sebutkanlah kebaikan orang yang telah wafat di antara kalian dan tahanlah dari menceritakan keburukannya”
Sosok Gus Hilman merupakan orang yang selalu mengupayakan apapun agar santrinya krasan (nyaman), walaupun dengan cara ekstrem seperti naik motor trail, main kartu, dan lain sebagainya. Hal ini ia lakukan karena pernah diberikan pesan oleh gurunya, yakni Kiai Nafi bahwa : “Apapun yang bisa membuat santri betah maka lakukan. Karena kalau udah gak betah diomongin apa aja pasti mental”
Ia tidak hanya membuat dirinya nyaman, tetapi membuat orang disekitarnya juga nyaman. Sebagai contoh, Gus Hilman suka menggunakan wangi-wangian seperti halnya parfum. Bahkan beliau rela membeli parfum dengan harga mahal. Menurutnya, itu salah satu bentuk upaya agar orang yang dekat dengan beliau merasa nyaman dan betah berlama-lama bersamanya.
Disamping bercerita tentang Gus Hilman, Gus Yusron juga turut menceritakan tentang sosok Abah Hasyim. Menurutnya, Abah Hasyim merupakan contoh figur yang bisa menempatkan diri dimanapun dan bersama siapapun.
Ada istilah namanya mukhálit atau bercampur/berbaur. Ini diterapkan untuk lingkungan yang cocok dengan prinsip-prinsip kita. Dalam artian berdampingan dengan sesuatu yg baik. Contohnya ketika Abah bersama dengan para kiai. Abah akan sangat mudah berbaur dan berinteraksi bersama mereka.
Berbeda halnya ketika dihadapkan pada lingkungan yang tidak cocok dengan nilai-nilai dan prinsipnya. Maka Abah akan cukup hidup mujáwir berdampingan. Mujáwir adalah bersebelahan atau berdampingan dengan sesuatu yang tidak baik. Abah hanya akan bersebelahan dan tidak akan ikut campur urusan mereka.
Cara agar tetap bersama Allah ketika dalam kondisi mujáwir adalah dengan mempertahankan supaya tidak bercampur.
Contoh seperti air dan minyak, walaupun mereka berbeda tapi tetap jelas mana air dan mana minyak.
Abah pernah menyampaikan bahwa :
“Kalau kita bersanding dengan orang yang tabiatnya buruk maka dia akan mencuri tabiat kita, walaupun tetap bersama harus tetap kelihatan bedanya. Karena orang ketika bertemu bisa saling mempengaruhi. Maka tidak apa-apa bersanding tapi dengan pengharapan yang berbeda.”
Acara ini ditutup dengan pembacaan doa dan asmaul husna bersama yang dipimpin oleh KH. Hilmi Ash-Shidqi Al-Aroky.
Pewarta : Aulia Nurul Azizah
Editor : Ust. Ali Fitriana, M.Ag.