Sabtu, 8 Oktober 2022, bertepatan dengan tanggal 12 Rabiulawal, STKQ Al-Hikam Putri mengadakan perayaan Maulid Nabi secara sederhana. Acara tersebut dengan pembacaan selawat nabi dan Sirah Nabi ad-Dibai. Acara ini sebagai perwujudan bentuk mahabah mereka kepada sang Revolusioner Kebenaran yang mengemansipasikan hak-hak kemanusiaan, Nabi Muhammad SAW. Tak ada unsur paksaan, keantusiasan mereka dalam menghadiri perayaan ini seakan alamiah sebagai perwujudan rasa syukur, khidmah, dan mahabah mereka.
Menyemarakkan Maulid Nabi sudah tidak menjadi barang tabu lagi. Hal ini karena sudah menjadi tabiat masyarakat Indonesia khususnya yang beraliran ahlusunnah waljamaah untuk merayakan hari kelahiran sang nabi sebagai wujud penghormatan mereka. Seperti yang kita kenal tradisi Grebeg Maulud yang diselenggarakan Keraton Yogyakarta. Upacara ini diawali dengan parade prajurit keraton yang berpakaian lengkap ditambah senjata khusus dan membawa alat musik. Selanjutnya rombongan gunungan akan di arak menuju Masjid Kauman Gede. Gunungan inilah yang akan diperebutkan oleh masyarakat sekitar guna mengalap keberkahan dari perayaan Maulid Nabi. Gunungan biasanya berisi hasil bumi seperti makanan atau bahan pokok.
Selain itu, ada pula tradisi Baayun Mulud Kalimantan Selatan. Tradisi ini digelar setiap tahun oleh Suku Banjar yang merupakan kegiatannya mengayun bayi, anak-anak, dan dewasa dengan membaca syair maulid yang diikuti oleh 4.481 orang. Hal ini bertujuan untuk memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW. Semarak Maulid Nabi tidak tertutup pada lingkup regional, tetapi meluas ke seluruh penjuru dunia seperti di Inggris Raya. Masjid dan rumah didekorasi dengan lampu peri, bulan sabit, dan Na’layn yang melambangkan bentuk sandal Nabi Muhammad SAW.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa perayaan nabi ada yang menganggapnya sebagai bid’ah, sebab merupakan hal yang baru, sehingga mereka terbendung untuk merealisasikannya. Kendatipun demikian, ada ulama besar seperti Imam as-Suyuthi dan Ibnu Taimiyah yang menghukumi perayaan Maulud Nabi sebagai kesunahan atau seandainya dimasukkan kategori bid’ah maka termasuk bid’ah hasanah.
Memperbanyak selawat merupakan manifestasi mahabah kita kepada sang Rahmatan Lil Alamin secara sederhana. Bagaimanapun juga membaca selawat juga ada adabnya seperti yang telah dicontohkan oleh ulama salaf, yakni ketika membaca selawat sikap kita harus tawadhu’(merasa butuh sekali dengan pertolongan Allah dan butuh sekali syafaat Nabi Muhammad) serta khusyuk. Dengan begitu, ketika kita membaca shalawat seakan-akan nabi hadir, dan secara tidak langsung akan menambah rasa cinta kita kepada Sang Baginda. Selain itu selawat yang sejatinya sebagai pembersih hati akan kita dapat.
Baca Juga: Takmir Masjid Al-Hikam Gelar Peringatan Isra Mikraj
Oleh karena itu, marilah kita sebagai generasi milenial masa kini untuk tidak melunturkan wujud mahabah kita kepada sang Penerang Alam Raya ini. Kita lestarikan budaya berselawat kapan pun dan dimana pun sebagai bentuk cinta yang paling simpel.
Editor: Tim Jurnalis