Webinar Nasional ‘’Kiprah Abah Hasyim Muzadi di Tingkat Nasional (NU dan Wantimpres) Sebagai Sosok yang Religius Nasionalis’’

Sudah lima tahun sejak kepergian Abah Hasyim Muzadi, keteladannya masih lekat di ingatan para sahabat dan kerabatnya. Dalam ranah nasional, hidupnya telah memberi sumbangsih bagi bangsa dan negara. Bahkan, sampai hari ini, pemikiran dan keteladanannya tidak pernah berhenti mengalir untuk negeri. Banyak hal yang masih bisa kita gali dan pelajari dari seorang tokoh pemersatu bangsa ini.

Menjelang Peringatan Haul Abah Hasyim Muzadi ke-5, pada Hari Rabu, 16 Maret 2022 Institut Hasyim Muzadi yang bekerjasama dengan Pesantren Mahasiswa Al Hikam Depok menyelenggarakan Webinar yang bertajuk “Kiprah Abah Hasyim Muzadi di Tingkat Nasional (NU dan Wantimpres) sebagai Sosok yang religius Nasionalis”. Acara ini disiarkan langsung melalui kanal Youtube Al Hikam Depok dan dihadiri oleh beberapa partisipan melalui aplikasi Zoom. Tujuan diadakan webinar ini tentunya untuk meneladani hikmah-hikmah kebaikan yang telah ditorehkan oleh Abah Hasyim Muzadi selama berkiprah di tingkat Nasional.

Terdapat beberapa kolega dan sahabat Abah Hasyim Muzadi yang hadir dan berkenan menjadi narasumber untuk menyampaikan materi. Narasumber pertama yakni Jend. TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, S.H., S.I.P., M.M., yang kini menjabat sebagai Ketua Wantimpres periode 2019-2024. Dilanjutkan dengan narasumber yang kedua yakni Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., Anggota DPD RI dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak. Dihadiri pula oleh Pendeta Agus Susanto sebagai narasumber yang merupakan Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja. Narasumber terakhir yakni KH. Cholil Nafis, Ph. D, selaku Ketua MUI Pusat.

Menyemai Damai di Tengah Kebhinekaan

Dalam penyampaian materinya, Wiranto menyatakan bahwa Abah Hasyim Muzadi pernah berujar “yang beda jangan disamakan dan yang sudah sama jangan dibedakan”. Pernyataan ini menurut Wiranto merupakan kalimat yang sangat sederhana tetapi benar-benar masuk dalam satu substansi yang kedalamannya susah diukur. Segala sesuatu yang dipaksakan untuk disamakan atau dibedakan tentunya akan menimbulkan konflik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa masing-masing individu mempunyai identitasnya masing-masing, sehingga apabila dipaksakan dapat memicu adanya teror dan muncul korban. Oleh karena itu, pernyataan Abah Hasyim tersebut merupakan kalimat yang dapat meredam ambisi orang-orang yang selalu bertindak memaksakan terhadap sesuatu.

Wiranto pun menambahkan, Pancasila yang dimaknai oleh Abah Hasyim adalah bukan sebuah agama, tetapi tidak bertentangan dengan agama. Pancasila bukanlah sebuah jalan melainkan sebuah titik temu dari banyaknya perbedaan yang ada di Indonesia. Maka dari itu, Pancasila lah yang merupakan sebuah cara menyembuhkan luka untuk kembali menuju kebenaran.

Sebagai seorang yang dekat dengan Abah sejak tahun 2000, Pendeta Agus Susanto mencoba menjabarkan tiga pendekatan yang menjadi bagian dari Abah Hasyim Muzadi. Pendekatan pertama adalah Islam rahmatan lil ‘alamin diartikan oleh Abah sebagai makna bukan hanya teks. Abah mampu melakukan satu pemaknaan yang begitu dalam ukurannya, sehingga definisi rahmatan lil ‘alamin dapat diartikan oleh semua orang tanpa membeda-bedakan. Kedua, pendekatan terhadap rahmatan lil ‘alamin ditampilkan sebagai nilai keluhuran dalam praktik hidup. Beliau selalu menampilkan sikap dengan nilai-nilai keluhuran. Pendekatan terakhir adalah pendekatan rahmatan lil ‘alamin sebagai wujud persaudaraan kemanusiaan.

Begitulah Abah memberikan pencerahan di tengah perbedaan yang ada di Indonesia. Melalui sikap keluhuran dan welas asihnya, perbedaan dapat dimaknai sebagai satu kesatuan yang lebih bermakna. Sikap dan pemikiran inilah yang seharusnya dimiliki oleh generasi penerus bangsa yang semakin banyak dinamikanya.

Peran Kepemimpinan Abah Hasyim Muzadi

Pengalaman kepemimpinan Abah Hasyim Muzadi sudah tidak diragukan kembali, sudah banyak organisasi yang telah dipimpinnya hingga akhir hayatnya. Dalam memimpin, beliau dapat menjadi pemimpin yang mempunyai karisma dan disegani. Hal tersebut juga disampaikan oleh Ustaz Hilmy Muhammad bahwa peran kepemimpinan Abah Hasyim Muzadi di PBNU adalah mengelola organisasi tersebut sehingga dapat menjadi benteng. Dalam perjalanannya di setiap cabang NU di tingkat regional, Abah Hasyim selalu dapat mengumpulkan dan mengkonsolidasikan cabang-cabang yang ada disekitarnya. Hal ini dilihat Ustaz Hilmy Muhammad sebagai cara sederhana untuk melakukan silaturahmi sekaligus memperkuat NU atau yang disebut institutional building. Selain itu, Abah Hasyim juga memperkuat NU tidak hanya di regional dan nasional saja, melainkan ke skala internasional dengan melakukan pembentukan pengurus cabang di tingkat internasional.

Eksistensi NU untuk Bangsa dan Agama

Sebagai sebuah organisasi yang sudah berdiri sejak lama, keberadaan NU tidak terlepas juga tidak terlepas dari politik. Hal ini juga terbukti ketika tahun 1952, NU berdiri sebagai partai politik, walaupun pada akhirnya tidak bertahan lama. Menurut Kiai Cholil Nafis, persoalan NU adalah tentang agama dan politik. NU harus mampu berhadapan dengan kepentingan politik praktis, karena banyak sekali persoalan yang menjadikan agama sebagai alat politik. NU harus mampu mengawal arah politik dan kebijakan negara atas dasar nilai-nilai agama. Kiai Cholil Nafis menekankan bahwa NU seharusnya dapat terus kuat menjadi patok bangsa yang dapat memelihara dan menciptakan kesejahteraan sosial bagi bangsa ini. 

Semoga dengan adanya webinar ini, dapat lebih membuka kembali ruang dialektika yang membahas mengenai perjuangan Abah Hasyim Muzadi di setiap aspek kehidupan. Harapannya, generasi saat ini dapat meneladani sikap dan pemikiran beliau sebagai bekal tantangan kehidupan di masa depan.

Penulis: Nuzulul Ilma
Editor: Imam Khoemaini, M.Si