Mengenang K.H. Hasyim Muzadi Lewat Tawa

Abah Hasyim Artikel

Depok,walisongoonline – Bercanda ada risikonya, salah ucap bisa terkena pidana. Seperti yang baru-baru ini dialami oleh seorang komika asal Lampung, Aulia Rakhman. Berniat mengundang gelak tawa, malah berujung masuk penjara. Pasalnya, dalam candaanya terdapat ucapan kontroversial yang dianggap mengandung penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Kasus yang sama juga terjadi kepada komika lain, yakni Pandji Pragiwaksono ketika menyoal toa masjid. Padahal yang sebenarnya ingin ia sampaikan adalah masalah toa masjid bila disalahgunakan akan berpotensi mengganggu warga di sekitarnya.

Meskipun bercanda memiliki risiko, terutama ketika menyinggung agama, tak sedikit akun-akun media sosial yang tetap menggunakan lelucon sebagai metode untuk menyebarkan ajaran agama. Salah satu penggiat metode ini adalah akun @NUgarislucu yang populer di Twitter dan Instagram.

NU memang telah lekat dengan stigma lucu, bahkan dikenal sebagai tempat berkumpulnya ahli agama dan ahli guyon. Terlebih lagi, di kalangan Nahdlatul Ulama berlaku pepatah, jika tidak ada guyonan, maka itu bukan pertemuan NU.

Humor Cerdas ala KH. Hasyim Muzadi

Salah satu ulama NU yang dikenal dengan gaya ceramahnya yang serius, bijak, namun jenaka adalah KH. Hasyim Muzadi. Kyai kelahiran Tuban Jawa Timur tahun 1944 tersebut memang dikenal pandai menyelipkan humor dalam ceramahnya dan selalu berhasil mengundang gelak tawa para audiens.

KH. Hasyim Muzadi merupakan ketua umum PBNU periode (1999-2004 dan 2005- 2009/2010). Pada masa kepemimpinannya, Kyai Hasyim berhasil membawa Nahdlatul Ulama (NU) menjadi organisasi Islam yang membawa pesan kerukunan bagi seluruh agama. Kyai Hasyim dikenal sebagai pemuka agama yang sangat menghargai keberagaman di Indonesia.

Dengan gaya bahasa dan intonasi yang tepat, Kyai Hasyim dapat menyampaikan ceramah yang mudah diterima oleh semua kalangan dan golongan. Humor ala Kyai Hasyim bak udara segar di ruangan pengap, mampu menyegarkan hati para pendengarnya. Ya, pada kenyataannya setiap orang butuh humor agar hidup terasa lebih ringan.

Kyai Hasyim kerap menyampaikan humor yang amat khas dalam setiap ceramahnya, sehingga tak heran jika beliau menjadi sosok yang disukai dan dihormati oleh berbagai lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Kyai Hasyim mampu menunjukkan perbedaan pandangan antar sesama umat Islam dan bahkan dengan agama lain dengan cara yang menggelitik.

“Saya sering dicemooh oleh orang Kristen ‘orang Islam ini bagaimana, wong ibadah kok sendalnya sering hilang (di masjid)’” kata Kyai Hasyim. Lantas beliau menjawab, “Ya mesti saja hilang, sendalnya kan tidak dipakai, nah sampean sepatunya dipakai (ke gereja), jadi yang hilang bukan sepatunya, tapi sepeda motornya.. hahaha.”

Baca Juga: Intellectual Legacy And Leadership: Tapak Kebijaksanaan Dan Kemanusiaan Dalam Kepemimpinan K.H. Hasyim Muzadi

Meskipun beliau tokoh ulama NU, Kyai Hasyim senantiasa merangkul golongan non-NU dalam semangat memperkuat persatuan dan kesatuan umat Islam di Indonesia. Hal ini tercermin dalam berbagai kesempatan, seperti pada acara reuni akbar alumni dalam rangka peringatan 90 tahun PM Gontor. Kyai Hasyim diundang untuk menyampaikan cermah “di kandang” Muhammadiyah.

“Ketika itu pernah saya diundang oleh pak Jusuf Kalla, sambil marah-marah pak Jusuf Kala bilang ‘ini bagaimana NU dan Muhammadiyah masa tidak bisa jadi satu hari rayanya? Repot masyarakat kalau begini!’” Kata Kyai Hasyim. Lantas beliau menjawab “Lalu saya tanya, caranya bagaimana pak (agar bisa serentak hari rayanya)?. Pak JK lalu jawab ‘Ya.. kompromi lah! Muhammadiyah turun satu derajat (hilal), NU naik satu derajat!’” mendengar jawaban Pak Jusuf Kalla itu, Kyai Hasyim menjawabnya dengan guyonan cerdas “Oh… kalau begitu langsung cash and carry saja pak, kayak gini ini fiqh nya pedagang nih!”. Spontan hadirin pun tertawa “Gerrrr…hahaha”

Guyonan yang diluncurkan Kyai Hasyim selalu ditutup dengan pesan bijak, “Saya bilang ndak bisa pak seperti itu, caranya beri pemahaman kepada seluruh umat Islam di Indonesia bahwa perbedaan itu terbuka dan memang ada.” Lalu dilanjutkan dengan statement “NU dan Muhammadiyah menurut saya itu ibarat sepasang sandal, jadi kalau dipakai, ya dipakai keduanya, kalau tidak dipakai ya sekalian tidak dipakai keduanya. Jangan dipakai yang kanan saja lalu yang kirinya tidak (nyeker sebelah), nah itu nanti dikira orang stres itu” ucap Kyai Hasyim sambil menggesekkan jari telunjuknya ke kening (menunjukkan tanda orang stres). Mendengar cuitan humor di ujung statement serius Kyai Hasyim, para hadirin pun tertawa geli.

Refleksi : Menelisik Hikmah di Balik Tawa Kyai Hasyim

Membahas humor-humor cerdas Kyai Hasyim seperti tidak ada habisnya. Setiap ceramahnya tidak pernah luput dari candaan yang mengandung hikmah. Meski dikemas dalam bungkus humor yang jenaka, pesan yang disampaikan oleh Kyai Hasyim tetap sangat dalam dan bermakna. Ada keajaiban dalam cara beliau menyampaikan pesan- pesan agama dengan humor, di mana pendengar bisa tertawa namun sekaligus merenung.

Hal ini menunjukkan bahwa humor terkadang diperlukan dalam dakwah untuk membuat pesan-pesan agama lebih mudah diterima oleh masyarakat luas. Bercermin dari KH. Hasyim Muzadi, humor yang dibutuhkan dalam dakwah bukan hanya banyolan kosong, namun yang sarat akan makna dan pesan moral.

Kini, rasa kehilangan terhadap sosok ulama yang humoris dan melayani umat dan bangsa, yakni Kyai Hasyim sangat dirasakan. Nasihatnya masih teringat jelas, tidak hanya di kalangan Nahdlatul Ulama, tetapi juga di seluruh Masyarakat Indonesia.

Oleh: Sahla Nurul Saniyyah Mahasiswi Universitas Indonesia
Pemenang Juara 3 Lomba Artikel Opini Haul Ke-7 K.H. Hasyim Muzadi