Kiai Nafi Jelaskan Makna Tabarrukan dan Sosok KH. Hasyim Muzadi

Abah Hasyim Acara

Depok, walisongoonline– Minggu, 3 Maret 2024 menjadi puncak acara peringatan Haul Ke-7 KH Hasyim Muzadi di Pondok Pesantren Al-Hikam Depok.

Acara yang terselenggarakan secara internal di selasar Masjid Al-Hikam tersebut dihadiri oleh keluarga besar KH Hasyim Muzadi baik dari Depok maupun Malang, para santri, asatiz dan asatizah, alumni Al-Hikam, serta muhibbin KH Hasyim Muzadi.

Peringatan haul ini diawali dengan pembacaan rawi dan salawat nabi yang kemudian dilanjut dengan pembacaan khatmil Qur’an dan pembacaan tahlil.

Gus Yusron Shidqi, putra almarhum KH Hasyim Muzadi dalam sambutannya mengutarakan bahwa adanya acara haul ialah untuk mengingat kematian. Bahwa Abah Hasyim telah meninggalkan kita selama tujuh tahun.

“Mengingat kematian itu tidak pernah dimaksudkan untuk mencari mati, tapi diniati untuk menata hidup.

“Seperti warga yang suka tahlilan. Adanya tahlilan bukan hanya untuk mengingat kematian saja, tapi dapat menjadi pengingat dalam menata kehidupan.” Tutur Gus Yusron mengawali sambutannya.

Gus Yusron juga menyampaikan sebuah hadits yang berbunyi:


اذكروا محاسن موتكم وكفّوا عن مساويهم


“Sebutkanlah kebaikan yang telah berpulang di antara kalian. Supaya yang masih hidup benar-benar meneladani kebaikan dan tidak berpikir untuk berbuat keburukan.”

Baca Juga: Haul Ke-7 K.H. Hasyim Muzadi, Gus Yusron Ungkap Makna Haul

Sambutan kedua, diisi oleh KH. Muhammad Nafi’, pengasuh Al-Hikam Malang. Beliau menyampaikan maksud kedatangannya dari Al-Hikam Malang ke Al-Hikam Depok dalam rangka tabarrukan dengan kebaikan dan atsar Abah Hasyim.

Kiai Nafi’ mendefinisikan tabarrukan dengan mengharap kebaikan kita yang sedikit dan tidak seberapa ini, menjadi banyak karena berkumpul, bergabung dengan kebaikan-kebaikan orang atau sesuatu yang kita yakini lebih banyak kebaikannya. Itulah mengapa barakah itu diberi pengertian ziyaadatul khair, bertambah kebaikan, added value.

Kiai Nafi’ pula menceritakan beberapa ke-Syakhsiyyah-an Abah Hasyim semasa hidupnya, antara lain:

  1. Sangat hormat dan takzim kepada kedua orang tua, baik orang tua biologis, bapak dan ibu, maupun orang tua ideologis, guru dan pembimbing ruhaninya. Rida walidain menjadi tangga bagi rida Allah. “Kalau sudah berkaitan dengan walidain ini, abah tidak ada kata kecuali sami’na wa ata’na.” Ungkap Kiai Nafi’.
  2. Abah mencintai dan dicintai oleh para ulama.
  3. Life style. Gaya hidup dan kehidupan beliau sehari-hari sangatlah sederhana. Sederhana dalam banyak hal, termasuk menyampaikan sesuatu yang tidak sederhana dalam bahasa yang sangat sederhana.
  4. Ke-isitikamahan dalam bersabar. Istikamah dalam meng-ikhtiarkan perjuangannya yang tentu saja membutuhkan kesabaran.
  5. Abah Hasyim itu bukanlah orang miskin, tapi yang kaya jauh lebih banyak. “Terhadap problem, persoalan yang dirasakan oleh saudara kita yang dhoif apalagi yang mustadh’afin. Dhoif secara ekonomi, pendidikan bahkan sosial yang ter-marginalkan, beliau tidak segan-segan pertaruhkan semua yang dimiliki untuk saudara-saudara.” Jelas Kiai Nafi’ yang mengingat kebaikan Abah Hasyim.

Dilanjut dengan sambutan dari dewan penyantun STKQ Al-Hikam, Pak Supramu, perwakilan dari MUI kota Depok, KH. Dr. Nurwahidin, serta ketua PCNU kota Depok, KH Ahmad Solehan.

Ketiganya menyatakan bahwa almarhum KH Hasyim Muzadi adalah sosok kiai yang humble, rendah hati, merakyat dan sangat dicintai umat.
Beliau bertiga juga sedikit bercerita mengenai pengalaman kebersamaannya bersama almarhum yang sangat terkenang dalam ingatan.


مِنْهَا خَلَقْنٰكُمْ وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً اُخْرٰ


“Darinya (tanah) itulah Kami menciptakanmu, kepadanyalah Kami akan mengembalikanmu dan dari sanalah Kami akan mengeluarkanmu pada waktu yang lain.”

“Kuncinya, Allah menciptakan kita itu hakikatnya dari tanah. Allah menghidupkan kita di atas tanah, dan pasti kita juga akan masuk ke dalam tanah senantiasa pula dibangkitkan dari tanah.” Ungkap KH. Dr. Nurwahidin.

Rangkaian haul ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh KH Muhaimin Zen, mantan Ketua Umum Jam’iyyatul Qurra wal Huffaz Nahdlatul Ulama (JQHNU), serta Prof. Muhammad Luthfi Zuhdi, Lc, MA, Ph.D, seorang Guru Besar Ilmu Susastra di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Oleh: Ghifarah Turmudzi Mahasiswi STKQ Al-Hikam Depok