Al-Hikam Serukan Keutuhan NKRI

Moment peringatan Hari Pahlawan bisa diimplementasikan lewat mencintai tanah air sebagai pra syarat dalam mempertahankan NKRI dari rongrongan asing, ideologi, ekonomi dan lainnya.

Direktur Kulliyatul Qur’an Al-Hikam Depok, Dr. Arif Zamhari mengungkapkan, di ajaran Islam sesuai Al-Qur’an dan hadits telah jelas bagaimana mengajarkan landasan yang kokoh untuk mencintai tanah air.

“Mari kita jaga dan pertahankan keutuhan NKRI yang kita cintai ini.  Bagaimana mungkin pemeluk agama bisa menjalankan ajaran agamanya dengan baik kalau kondisi negaranya tidak aman.

Keutuhan negara menjadi syarat mutlak agar umat dan pemeluk agama bisa menjalankan ajaran maupun tuntunan agamanya dengan sempurna,” ujarnya dalam Lokakarya Da’i Aswaja Bela Negara bekerja sama Pesantren Al-Hikam Depok dengan Kementerian Pertahanan di Kuta, Bali, Minggu (12/11).

Dengan kondisi masyarakat saat ini perlu penekanan metode dakwah pada dakwah bil hal (dakwah nyata atau perbuatan, red). Meski begitu, lanjutnya, dakwah bil lisan (ceramah, red) tetap dilanjutkan dengan baik. Terlebih lagi, materi yang disampaikan berupa Aswaja.

“Tidak bisa dipungkiri, ajaran Aswaja sangat cocok dengan kondisi bangsa Indonesia yang plural, beragam dan multi etnis. Apalagi, di dalam Aswaja menjunjung tinggi prinsip toleransi, keseimbangan dan jalan tengah.

Sehingga, bisa menjalankan kehidupan dalam beragama dan bermasyarakat dengan baik,” terang menantu alm. KH. Hasyim Muzadi ini.

Hal serupa diutarakan KH. Sofiullah Muzammil yang juga merupakan Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Sleman. Ia menilai bahwa Bali merupakan lokasi yang tepat dalam prototipe keberagaman dan kemajemukan.

Terlebih lagi, lanjutnya, bangsa Indonesia dikenal multikultural secara etnik, budaya, bahasa dan lainnya.

“Betapa dahsyatnya bangsa Indonesia yang dibangun di atas keberagaman yang menjunjung tinggi nilai toleransi. Kondisi seperti ini sangat cocok dalam dakwah Aswaja,” terangnya.

Menurutnya, dalam sejarah berkembangnya Islam di Indonesia bermula dari kerajaan-kerajaan kecil dan menjadi agama mayoritas.

Kondisi tersebut, dinilainya sangat berbeda dengan bangsa lain yang awalnya besar namun setelah berkembang menjagi kecil.

Menurutnya, bangsa Indonesia memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri dalam homogenitas.

“Saat ini kita mendapatkan acaman dalam menjaga keutuhan NKRI. Dengan menjunjung toleransi dan keberbedaan menjadikan negara RI kuat. jangan jadikan perbedaan sebagai kelemahan, sebab ancaman dan rongrongan dari dalam maupun luar tetap ada.

Keberagaman suku, bahasa, budaya dan lainnya berbeda dengan bangsa lain. Kita selalu berpegang teguh pada  Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu  satu panitia penyelenggara, Ust. Sofiudin mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut bagian dari rangkaian finalisasi perumusan modul Dai Aswaja Bela Negara.

Menurutnya, seusai perumusan tersebut akan dikaji lebih lanjut oleh dewan pakar dan ahli. Selanjutnya, akan dijadikan sebagai panduan bagi para Da’i dalam berdakwah yang mengajak pada bela negara.

“Ini adalah kelanjutan dari lokakarya yang diselenggarakan di Yogyakarta. Di Bali merupakan finalisasi perumusan modul Dakwah Aswaja Bela Negara. Diharapkan setelah ini cepat tersusun dan bermanfaat menjaga keutuhan NKRI melalui dakwah,” paparnya.

Sofi menuturkan sebanyak 39 peserta perwakilan Da’i dari Indonesia bagian Timur seperti NTT, NTB, Papua Barat, Sorong, Maluku, Merauke, Tual dan lainnya.

Dalam kesempatan ini juga dibahas mengenai perumusan materi Metodologi Dakwah Aswaja Bela Negara dan Kaderisasi Dakwah Bela Negara.

“Kita berharap pertemuan para Ulama, Kiyai dan Da’i Aswaja Bela Negara  ini bisa memiliki manfaat secara menyeluruh dari Bali untuk Indonesia,” jelasnya.

Sumber : wartakota.tribunnews.com