PENDAMLAH DIRIMU DIDALAM TANAH KETIDAKMASYHURAN

Ngaji

Pendamlah dirimu di dalam tanah keterasingan karena apa yang tidak pernah ditanam ia tidak akan tumbuh dengan baik

Syarh Syeikh Ramadhan Al Bouthi
Disampaikan oleh : KH. Yusron Shidqi,Lc
Pada acara : Sholat Subuh Gabungan Kota Depok

Penjelasan Al-Khumul (Tanah Keterasingan)
Banyak yang menyangka maknanya adalah kemalasan. Mereka berkata: “fulan khaamilun (terasing)” dengan maksud sangat malas.

Padahal secara bahasa arab, khumul adalah menjauhi hingar bingar kemasyhuran atau sebab musabab kemasyhuran.

Ketika kamu memiliki visi ke depan untuk mengemban suatu tanggungjawab, baik tanggungjawab dunia maupun agama maka hendaknya sebelum kamu dikenal oleh banyak manusia di atas panggung kemasyhuran maka wajib bag memendam diri dalam tanah keterasingan.

Hal ini agar ketika kamu mulai dikenal, amal yang kamu lakukan adalah amal yang berkualitas dzahir dan batinnya.

Ibn Athaillah mengumpamakannya dengan sunnatullah -sebagian besar- pertumbuhan biji buah.

Apabila ada seseorang melewatkan fase keterasingan dan dia langsung menuju pada kegiatan sosialnya yg mana dia berinteraksi dalam kompleksitas dinamika kehidupan, maka kehidupannya akan seperti bibit yang dibiarkan di atas tanah atau bahkan batu, yang mana hal itu akan menyebabkan biji tersebut rusak.

Begitupun Manusia. Apabila sudah dikenal namun omongannya tidak berdasarkan oleh ilmu yg matang, walaupun niatnya benar maka dia mudah goyah menghadapi tantangan dinamikanya.

Maka setidaknya ada tiga hal yg harus dikejar ketika memendam dirinya sebelum naik panggung kemasyhuran, yaitu:

1. Mematangkan Ilmu. Sehingga tidak berbicara tanpa ilmu dan adab yang benar.
2. Tazkiyatun Nafs (pensucian jiwa). Jiwa kita sering sekali menyuruh untuk berbuat keburukan. Nafsu berambisi pada awalnya untuk mencari kekuasaan atau mencari muka di hadapan banyak orang dll. Maka pensucian jiwa penting untuk menjadi antivirus dari penyakit-penyakit yang melanda orang yang terkenal.
3. Mensucikan jiwa dari mencintai selain Allah SWT. Pensyarah mengatakan sesungguhnya manusia mencintai uang, kepemimpinan, istri, anak-anak dan mencintai apa2 yg disebut sekutu bagi Allah SWT (sesuatu yg kita cintai dan berpotensi mengalahkan atau menyamai cinta Allah SWT). Namun jangan sampai kecintaan itu menghalangi kita dalam berkata dan berbuat benar.

Ibn Athaillah mengingatkan untuk memendam eksistensi kita sebelum masuk ke panggung kemasyhuran, aagr ketika sudah masyhur tidak mudah melenceng niatnya.