Upacara, Sebaris Doa Untuk Para Syuhada

Oleh: Zakiyal Fikri Mochamad

Sebentar lagi hari itu akan tiba. Hari dimana bangsa Indonesia akan segera merayakan kemerdekaan tanah airnya. Seluruh elemen bangsa, mulai dari aparatur negara, PNS, karyawan, pelajar hingga warga sipil pun ikut memeriahkan momen penting ini. Yakni salah satunya dengan melakukan upacara bendera di seluruh pelosok negeri hingga luar negeri.

Ya, upacara adalah suatu bentuk penghormatan dan persembahan dari anak bangsa kepada leluhurunya, tokohnya dan para pahlawannya. Ia layaknya seperti “takrama” seorang anak sepeninggal orang tuanya atau seorang murid kepada gurunya. Sehingga bagi warga Indonesia sendiri, ritual upacara ini tidak hanya dimaknai sebagai acara seremonial saja, melainkan sudah menjadi uswah yang menyimpan beribu nilai, pesan dan kesan yang mendalam bagi mereka.

Jika kemudian belakangan ini, ada orang atau kelompok yang sengaja berkoar-koar menyerukan ketidaksetujuannya terhadap praktik ritual ini, dengan mengatakan bahwa ia adalah seperti menyembah berhala (karena hormat kepada bendera), sehingga dinilai sebagai bagian dari kesesatan, thagut bahkan kekafiran, maka jangan ladeni mereka dengan suasana emosi. Cukup berikan senyuman hangat dan rangkulan tangan yang erat di pundak mereka. Karena untuk saat ini, mereka hanya butuh pemahaman yang lebih luas terkait pentingnya menumbuhkan cinta tanah airnya sendiri. Supaya lebih “lunak” menyikapi perbedaan-perbedaan di bangsa tercinta ini.

Namun, jika mereka tetap saja bersikukuh dalam pendiriannya dan terus “ngotot” menyalahkan pelaku ritual upacara ini, maka pahamkan kepada mereka bahwa ritual upacara bukanlah kita menyembahnya, melainkan hanya sebatas memberikan penghormatan. Mengapa demikian?. Karena menyembah itu berbeda dengan menghormati. Menyembah adalah sebuah pengakuan dan ketundukan secara lahir batin kepada sesuatu yang sakral dan tak akan menduakannya dengan yang lain. Sementara menghormati adalah bentuk apresiasi, takrama dan etika yang ditampakkan untuk memuliakan sesuatu yang dianggap mempunyai derajat mulia.

Begitu juga dengan proses upacara ini, bahwa ia bukan termasuk menyembah melainkan hanya sebatas menghormati “simbol “negara” dan bentuk “apresiasi” atas jasa para pahlawan yang telah menorehkan kemerdekaan dari para penjajah saat itu. Jika upacara bendera masih saja dianggap seperti ‘menyembah berhala’, lalu apa bedanya dengan seorang anak yang mencium tangan orang tuanya sebagai tanda hormat; lantas apakah tidakan itu juga disebutkan sebagai menyembah?. Sungguh ironis, bila menganggapnya demikian. Maka dari itu, upacara Agustus yang di dalamnya ada pengibaran bendera pusaka, penghormatan, hingga menciumnya, sekali lagi bukanlah tindakan menyembah melainkan hanya bentuk penghormatan saja.

Oleh karena itulah, salah satu cara terbaik untuk menyikapi persoalan ini adalah dengan memahamkan kembali kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda dan anak-anak, tentang cinta tanah air melalui momentum kemerdekaan nanti. Setidaknya ada beberapa alasan sekaligus pesan mengapa kita mesti melakukan ritual upacara yakni sebagai berikut:

Pertama, dengan memperingati upacara bendera, sebenarnya kita tengah diajak untuk mengenal jatidiri bangsa yang sesungguhnya. Yakni dengan menumbuhkan semangat kecintaan kepadanya. Karena cinta negara adalah bagian dari wasilah menciptakan perdamaian di tengah-tengah umat manusia. Sehingga jika negara yang damai, maka segala aktivitas manusia baik sosial, pendidikan dan keagamaan akan lancar nan terkendali. Dengan demikian, upacara adalah harapan untuk menciptakan perdamaian itu sendiri.

Lebih jauh lagi, cinta tanah air, juga bisa dikatakan sebagai salah satu “pendorong” bagi para pahlawan untuk mengusir para penjajah dalat mendapatkan kemerdekaan ini. Bagaimana tidak?. Kita bisa menyaksikan bagaimana semangatnya para tokoh dan para pejuang bangsa saat itu– yang tergabung dalam Laskar Revolusi-Jihad, misalnya, untuk melawan kebengisan penjajah. Mereka seakan-akan telah tersihir oleh memoar yang menyerukan bahwa “cinta tanah air adalah bagian dari iman” dan “melawan penjajah adalah bentuk jihad fi Sabilillah.” Karena memoar inilah, jiwa patriotisme mereka tumbuh. Kesadaran mereka bangkit kembali. Mereka menjadi lebih berani dan tak pantang mundur. Mereka tak memikirkan lagi harta, tahta bahkan nyawa pun mereka ikhlaskan. Karena menurut mereka, lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup di tangan penjajah.

Kedua, upacara bendera adalah wujud toleransi dan perekat persatuan bangsa. Mengapa bisa demikian?. Karena saat upacara dilaksanakan, semua elemen masyarakat dari pelbagai suku, ras dan agama berkumpul jadi satu dalam satu barisan, yakni sebagai peserta upacara. Saat itu, sudah tidak ada lagi sikap fanatisme golongan atau kepercayaan. Tidak ada lagi sikap saling menghujat, mencela atau merendahkan kelompok lain. Yang ada hanya satu rasa, satu jiwa dan satu suara yakni Bhineka Tunggal Ika. Mereka sepakat bersama untuk berikrar dan mengaku bertumpah darah yang satu, yakni tanah air Indonesia. mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan saling menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bukankah ini suatu bentuk toleransi dan persatuan yang nyata?.

Ketiga, _upacara bendera mengajarkan kita tertib, kompak dan disiplin. Ya, dengan mengikuti upacara, sebenarnya kita juga tengah dilatih untuk menjadi pribadi yang memiliki karakter tersebut, yakni menjadi pribadi yang disipilin dalam menjalankan tugas dan kewajiban, baik kewajiban sebagai warga negara maupun kewajiban sebagai hamba Allah SWT. Kompak dan patuh terhadap setiap perintah atau arahan. Artinya, setiap ada perintah kita selalu katakan “siap” untuk mengerjakannya, layaknya seperti kesiapan peserta upacara ketika mendapatkan komando dari pimpinannya. Kita juga didik untuk bisa menghormati orang yang yang lebih tua, sebagaimana ditunjukkan oleh sikap hormat peserta upacara kepada bendera dan pembinanya. Disamping itu, dengan upacara, kita juga tengah diajarkan bagaimana cara hidup yang rapi dan teratur sebagaimana rapi dan teraturnya barisan upacara tersebut. Inilah nilai-nilai yang terkandung dalam ritual upaya yang mesti kita tiru.

Keempat, upacara adalah doa anak bangsa bagi leluhur dan para pahlawannya Ini adalah kesan dan pesan terpenting dari dilaksanakannya ritual upacara Agustus tersebut. Mengapa disebut doa?. Sebab, tujuan diselenggarakannya upacara adalah tidak lain untuk mengenang jasa para pahlawan sekaligus sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmatnya setelah diberi kemerdekaan dari para penjajah. Maka betul sekali peribahasa yang mengatakan “Bangsa Yang Besar adalah Bangsa yang Mengenang Jasa Para Pahlawan.”

Oleh karena itu, di dalam mengenang dan ungkapan syukur itu, seluruh Masyarakat Indonesia, diajak untuk berdoa bersama dan memberikan harapan setinggi-tingginya supaya para pejuang yang merebut kemenangan dari para penjajah saat itu, dicatat sebagai Syuhada yang layak menempati surga-Nya. Dan supaya tangan air ini, yang telah mereka wariskan untuk kita, bisa terus jaya, aman dan sentosa. Yakni benar-benar menjadi negara yang Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. Amin. []